TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi Lana Soelistianingsih mengingatkan adanya potensi kerawanan dari rencana impor 100.000 ribu ton bawang putih Keterbatasan dana Bulog untuk melaksanakan penugasan impor bawang tersebut dinilai menjadi pangkal kerawanan.
Baca juga: Bulog Bersiap Impor Bawang Putih 100 Ribu Ton dari Cina
Lana dalam pernyataannya menyebutkan keterbatasan dana itu dapat membuat Bulog menjual hak impor kepada importir lain untuk memperoleh keuntungan.
"Dalam hal mungkin hak impornya itu dijual ke orang lain, kemudian dihargai mahal untuk mengambil keuntungan itu. Itu ada potensi," kata Lana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa 26 Maret 2019.
Lana menyarankan, lebih baik Bulog melaksanakan peran sebagai evaluator, bukan pelaku impor langsung. Hal ini untuk menekan ruang penyelewengan penjualan hak impor kepada pihak ketiga.
Selain itu, pengajar FE Universitas Indonesia ini mengingatkan pemerintah untuk menetapkan harga eceran tertinggi atas komoditas pertanian. Sehingga, harga jual tidak meningkat tajam.
Dalam kesempatan terpisah, ekonom senior Indef Didik Rachbini mengatakan keterbatasan dana tersebut bisa membuat Bulog meminta bantuan swasta untuk melakukan impor bawang putih. "Kalau Bulog tidak punya dana, dia mengambil swasta. Berbagi untung dengan swasta. Itu sama dengan monopoli," ujar dia.
Didik mengakui bahwa saat ini impor bawang putih diperlukan mengingat tidak cukupnya suplai dari para petani lokal. Namun, menurut dia, akan lebih baik apabila impor untuk komoditas ini dibiarkan berjalan bebas, tanpa ada proses penunjukan.
Sebelumnya, Bulog menyatakan siap melaksanakan penugasan impor bawang putih dengan menyiapkan anggaran sekitar Rp500 miliar.
ANTARA