TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI ikut memberikan penjelasan mengenai adanya larangan Pegawai Negeri Sipil atau PNS untuk mengadakan rapat di hotel. Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani menjelaskan larangan tersebut tidaklah benar.
BACA: BKN Ingatkan PNS Netral di Pemilu, Dilarang Ikut Kampanye
"Kami sampaikan terimakasih kepada Pak Menteri Dalam Negeri yang menyampaikan bahwa tak ada maksud melarang acara apapun di hotel," kata Hariyadi saat mengelar konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta Selatan, Rabu 13 Februari 2019.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengeluarkan kebijakan untuk melarang adanya rapat-rapat di hotel bagi kegiatan pemerintahan daerah. Kendati demikian, larangan tersebut kemudian dibatalkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi setelah Ketua Umum PHRI, Haryadi Sukamdani menyampaikan hal itu kepada Jokowi.
BACA: Menpan RB: PNS Punya Hak Memilih, Tapi Tidak Berpolitik
Belakangan, Kementerian Dalam Negeri mengklarifikasi berita tersebut. Dalam keterangan, Kementerian hanya merencanakan untuk menyusun prosedur operasional standar (SOP). Lewat aturan ini, PNS daerah yang sedang melakukan konsultasi anggaran diminta untuk melakukan di kantor Kementerian.
Keputusan itu dibuat karena pembahasan mengenai anggaran merupakan hal rumit dan sensitif. Sedangkan jika para PNS dari daerah tersebut butuh menginap, Kementerian mempersilakan untuk bisa menginap di hotel.
Adapun isu adanya pelarangan rapat hotel ini didahului adanya kejadian antara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang tengah bertugas dengan sejumlah pejabat daerah asal Papua. Dalam insiden itu, diketahui para pejabat asal Papua tersebut sebelumnya tengah mengadakan rapat di sebuah hotel di Jakarta Pusat.
Haryadi mengatakan penjelasan ini disampaikan karena PHRI tak ingin terjadi kesalahpahaman. Ia menjelaskan, pernyataan yang disampaikan di hadapan Presiden Jokowi kemarin berdasarkan adanya berita yang muncul pada tanggal 6 Februari 2019 di sejumlah media online nasional.
"Kami merespon itu untuk memberikan klarifikasi. Karena pernyataan Mendagri juga beliau merasa dirugikan oleh informasi itu," kata Hariyadi.
Hariyadi yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia ini menuturkan isu ini sangat sensitif bagi para pengusaha perhotelan. Sebab, pasa 2014-2015 silam kebijakan serupa pernah pula dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
Akibat kebijakan ini okupansi hotel di beberapa daerah saat itu turun hingga di bawah angka 15 persen usai kebijakan itu disahkan. "Kondisi itu sebetulnya menghantui teman-teman di hotel kalau ada kebijakan seperti itu lagi," kata Hariyadi.
Baca berita tentang PNS lainnya di Tempo.co.