TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin mengatakan apabila seluruh pegawai negeri sipil atau PNS berpolitik praktis dalam Pemilu 2019, maka negara Indonesia bisa lumpuh.
Baca: #YangGajiKamuSiapa, Kominfo: PNS Digaji Negara, Harus Netral
"ASN punya hak memilih, tapi tidak berpolitik. Kenapa? (Karena) kalau 4,3 juta (orang PNS) berpolitik praktis, lumpuh negara ini. Berhenti, tidak jalan," kata Syafruddin usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Kamis, 7 Februari 2019.
Oleh karena itu, Syafruddin mengingatkan kepada seluruh ASN atau PNS, baik di kantor pemerintahan pusat maupun daerah, untuk tidak terlibat langsung dalam kegiatan politik di masa kampanye Pemilu 2019.
Syafruddin menginstruksikan jajarannya untuk bersikap netral dan tidak memihak selama masa kampanye pilpres dan pileg. Namun demikian, mantan wakapolri itu mengimbau kepada seluruh PNS untuk menggunakan hak pilihnya pada 17 April mendatang.
"Ya netral, tidak politik praktis. Walaupun punya hak politik, ASN punya hak memilih, tapi tidak berpolitik praktis. Kalau (anggota) TNI dan Polri tidak punya sama sekali (hak) berpolitik praktis, tidak punya hak memilih, dan tidak punya hak dipilih," kata Syafruddin.
Netralitas PNS dalam Pemilu diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Sebelumnya, beberapa waktu lalu sempat viral soal pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara kepada salah satu PNS Kominfo dengan tagar #YangGajiKamuSiapa di media sosial Twitter. Ucapan itu dilontarkan Rudiantara dalam acara internal kementerian di Hall Basket Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Januari 2019.
Persoalan itu bermula saat dalam salah satu bagian acara sambutan, Rudiantara meminta masukan kepada semua karyawan tentang dua buah desain sosialisasi pemilu yang diusulkan untuk Gedung Kominfo dengan gaya pengambilan suara. Menurut Ferdinandus, semua berlangsung dengan interaktif dan antusias sampai ketika seorang PNS diminta maju ke depan.
"Ia menggunakan kesempatan itu untuk mengasosiasikan dan bahkan dapat disebut sebagai mengampanyekan nomor urut pasangan tertentu," ujar Ferdinandus. Padahal, kata dia, Rudiantara sebelumnya sudah dengan gamblang menegaskan bahwa pemilihan tersebut tidak ada kaitannya dengan pemilu. "Penegasan tersebut terhitung diucapkan sampai empat kalimat, sebelum memanggil PNS tersebut ke panggung."
Ferdinandus mengatakan sang menteri terkejut dengan jawaban PNS yang mengaitkan kegiatan itu dengan nomor urut salah satu capres itu dan menegaskan lagi bahwa tidak boleh mengaitkan urusan tersebut dengan capres. Selanjutnya, Rudiantara berupaya meluruskan permasalahan desain yang dinilai sebagai ajang kampanye capres itu.
"Terlihat bahwa PNS tersebut tidak berusaha menjawab substansi pertanyaan, bahkan setelah pertanyaannya dielaborasi lebih lanjut oleh Menkominfo," kata Ferdinandus. Ia berujar sang menteri merasa tak habis pikir mengapa PNS yang digaji rakyat dan pemerintah menyalahgunakan kesempatan untuk menunjukkan sikap tidak netralnya di depan umum. "Dalam konteks inilah terlontar pertanyaan 'Yang gaji Ibu siapa?'"
Baca: Menpan RB: Tunjangan Kinerja PNS Bervariasi Sesuai Kinerja
Menurut Ferdinandus, dalam kesempatan itu, Rudiantara telah menegaskan bahwa posisi PNS yang digaji negara melalui pemerintah harus netral dan justru menjadi pemersatu bangsa serta memerangi hoaks. "Kami menyesalkan beredarnya potongan-potongan video yang sengaja dilakukan untuk memutus konteks masalah dan tidak menggambarkan peristiwa secara utuh," tuturnya.
ANTARA