TEMPO.CO, Palu - Para pelaku usaha di Palu, Sulawesi Tengah mengeluhkan pelabuhan peti kemas yang terletak di Desa Pantoloan, Kecamatan Taweli hingga kini belum juga diperbaiki pemerintah. Pelabuhan peti kemas tersebut rusak diterjang gempa dan tsunami.
Simak: IPC Dorong Pemanfaatan Platform Layanan Digital Pelabuhan
"Kami untuk sementara memasukan barang dari luar ke Kota Palu melalui jalur darat dan udara," kata Jemmy, seorang pelaku usaha di Palu, Jumat 25 Januari 2019.
Ia mengatakan pelabuhan itu mengalami kerusakan cukup parah akibat disapu gempa dan tsunami.
Sampai sekarang ini, belum ada bongkar muat di pelabuhan tersebut karena kapal tidak bisa sandar. "Ini tentu merugikan pemerintah dan pelaku usaha," kata dia.
Mengingat pelabuhan bongkar muat dan penumpang satu-satunya di Kota Palu itu sangat vital, Jemmy meminta pemerintah pusat dan daerah untuk turun tangan.
Hal senada juga disampaikan Angki, seorang pelaku usaha di Palu. Ia mengaku sejak pelabuhan peti kemas rusak karena dihajar gempa dan tsunami, pasokan barang, termasuk kebutuhan stretegis seperti sembako dan bahan bangunan dilakukan lewat jalur darat dengan biaya angkutan lebih tinggi.
"Mau tidak mau hal itu harus dilakukan agar stok sembako dan bahan bangunan serta barang dagangan lainnya tetap tersedia dalam jumlah medai di pasaran," kata dia.
Dia menuturkan kegiatan bongkar-muat hampir empat bulan berhenti.
Ketua Bidang Perdagangan Kadin Sulteng, Achrul Udaya mendesak pemerintah secepatnya membangun kembali dermaga yang rusak tersebut.
"Jangan dibiarkan berlarut-larut, sebab yang rugi juga pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat," kata dia.
Akibat pelabuhan peti kemas rusak, para pelaku usaha mendatangkan barang/bahan kebutuhan masyarakat melalui darat dengan biaya mahal. Pasalnya harga penjualan akan disesuaikan dengan biaya transportasi.