TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong badan usaha milik daerah (BUMD) hingga usaha kecil menengah (UKM) untuk memanfaatkan akses pembiayaan dari pasar modal. “Kami sudah ada peraturan yang memberikan banyak kemudahan bagi BUMD dan UKM, dan sudah ada perusahaan yang memanfaatkan peraturan tersebut,” ujar Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi, kepada Tempo, Selasa 31 Oktober 2018.
BACA: OJK: Penyaluran Pinjaman Lewat Fintech Bisa Tembus Rp 20 Triliun
Beleid yang dimaksud adalah Peraturan OJK Nomor 53 dan 54 tahun 2017 tentang Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten Aset Skala Kecil dan Menengah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa emiten dengan aset skala kecil adalah perusahaan yang memiliki otal aset maksimal Rp 50 miliar, dan emiten dengan aset skala menengah senilai Rp 50 – 250 miliar.
OJK kemudian telah menerapkan Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT) secara online, sehingga seluruh proses mulai dari penyampaian dokumen penawaran umum hingga korespondensinya bisa dilakukan melalui proses elektronik. Tak hanya itu, OJK juga tengah mengembangkan infrastruktur berbasis sistem tekonologi informasi yang digunakan dalam pelaksanaan Penawaran Umum Perdana Efek yang bersifat ekuitas, utang, dan atau sukuk.
Di dalamnya meliputi kegiatan penawaran awal (book building), penawaran efek (offering), hingga alokasi, penjatahan, dan distribusi efek. Dengan pengembangan sistem tersebut OJK berharap proses penawaran umum perdana saham (IPO) di pasar modal bisa meningkat. “Setiap perusahaan memiliki propsek yang unik sesuai industri dan kinerja masing-masing,” katanya.
Juru bicara OJK Sekar Putih menambahkan lembaganya juga terus melakukan edukasi dan sosialisasi khususnya manfaat IPO bagi BUMD dan UKM. OJK di antaranya bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI), pemerintah daerah, KADIN, hingga asosiasi.
“Jika ada BUMD atau UKM yang tertarik untuk pasar modal, maka dipersilakan mendaftar atau memberitahukan ke kantor OJK di daerah untuk selanjutnya diberikan pelatihan dalam melakukan proses pendaftaran itu,” ujarnya.
Sebelumnya, salah satu perusahaan daerah yang menyatakan minatnya untuk melantai di bursa adalah PT MRT Jakarta. Hal ini sebagai opsi pembiayaan, dimana selama ini perusahaan mendapatkan pendanaan yang bersumber dari ponjaman pihak lain, yaitu Japan International Cooperation Agency (JICA).
“Mungkin bisa masuk bursa setelah 3-4 tahun operasi, dan mau tidak mau kami harus mencatatkan keuntungan atau kinerja positif dulu, tidak boleh rugi,” kata Direktur Keuangan PT MRT Jakarta Tuhiyat.