TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Presiden, Ahmad Erani Yustika, menyatakan di samping kondisi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan alias BPJS Kesehatan tengah terlilit persoalan defisit keuangan, terdapat kondisi yang menggembirakan. Salah satunya karena saat ini sebanyak 203 juta orang atau 76 persen penduduk Indonesia telah terakses jaminan kesehatan nasional alias JKN.
Baca: Presiden Jokowi Tagih Penunggak Iuran BPJS Kesehatan
"Jerman saja yang sudah bertahun-tahun mengupayakan, baru 85 persen. Jadi ini adalah pencapaian yang luar biasa," ujar Erani di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta, Kamis, 25 Oktober 2018. Pemerintah menargetkan hingga akhir tahun 2019, angka itu bisa menembus 85-90 persen atau menyamai Jerman.
Terkait persoalan pembiayaan, Erani mengatakan pemerintah masih berupaya untuk bisa memastikan BPJS Kesehatan terus berjalan. Untuk itu, kata dia, Presiden Joko Widodo telah menunjuk Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk memastikan kebijakan untuk mengatasi persoalan keuangan itu.
"Pemerintah dalam hal ini mendorong dan mendukung pelayanan dan akses kesehatan bisa dilayani sebaik-baiknya," ujar Erani.
Guna menangani persoalan itu, ada usulan untuk menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan. Namun, menurut Erani, hingga kini belum ada pembicaraan dan kesepakatan soal kenaikan iuran. "Perlu dibicarakan antara pemerintah dengan bpjs makanya harus dianalisis dan dikalkulasi dengan matang ketika diambil keputusan sesuai kebutuhan dan prioritas," kata Erani.
Seperti diketahui BPJS Kesehatan terus mengalami defisit. Tahun ini, badan tersebut memperkirakan defisit hingga Rp 10,98 triliun. Pemerintah telah menyuntik dana sebesar Rp 4,9 triliun untuk menutup defisit tersebut.
Baca: Defisit BPJS Kesehatan Dikritik Jokowi, Ini Respons Menkes
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan BPJS Kesehatan memiliki lebih banyak pengeluaran dibanding pendapatan. Sebabnya, iuran yang dipungut tak sebanding dengan klaim yang harus dibayarkan.