TEMPO.CO, Jakarta - Defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang dipersoalkan karena lagi-lagi harus ditangani oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi ditanggapi oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek. Ia menyebutkan pihaknya akan membenahi hubungan dengan BPJS Kesehatan secara berkelanjutan.
Baca: Urusan Defisit BPJS sampai ke Presiden, Jokowi: Kebangetan
"Hubungannya dengan BPJS saya kira musti dibenahi secara sustain atau berkelanjutan," tutur Nila saat ditemui usai meninjau Pasar Jaya Kramat Jati, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat, 19 Oktober 2018.
Nila mengatakan penting bagi masyarakat Indonesia untuk memiliki jaminan kesehatan. Bahkan pada tahun depan, Kemenkes menargetkan seluruh masyarakat Indonesia dapat memiliki jaminan kesehatan (universal health coverage). "Bagi yang tidak mampu, preminya dibayar pemerintah karena mereka juga berhak masuk rumah sakit dan ini bisa kita bantu screening yang dilakukan," ucapnya.
Lebih jauh Nila juga berharap agar masyarakat mau mengubah perilaku diri untuk menjaga kesehatan, karena kesehatan mahal harganya. "Kita itu harus juga menjaga, agar membantu BPJS supaya mereka itu membayar yang sakit tidak terlalu banyak. Prinsipnya itu, ya. Misalnya kita periksa tensi darah supaya tidak tinggi dan kita jaga supaya tidak sakit jantung," tuturnya.
Presiden Jokowi bersama kabinetnya diketahui masih terus melakukan pembahasan intensif terkait dengan persoalan defisit yang telah membelit BPJS Kesehatan sejak lama. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi sedang mengkaji akar persoalan dari permasalahan tersebut.
"Kita ingin penyelesaian sistemik. Jangan potong sepotong-potong. Dibangun sistem yang mapan nantinya. Nanti satu keputusan utuh akan diambil oleh pemerintah," kata Erani di Jakarta, Kamis, 18 Oktober 2018.
Untuk saat ini, Erani mengakui semua opsi sedang dibahas termasuk kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kendati demikian, belum ada keputusan karena pembahasan masih berlangsung.
Erani menjelaskan, pemerintah masih berfokus melihat persoalan BPJS dari sistemnya. Soal pergantian direksi, Erani juga mengungkapkan belum ada keputusan ke arah sana. "Perbaikan sistemik untuk kepentingan BPJS Kesehatan dalam jangka panjang. Capaian-capaian sudah luar biasa, sudah lebih dari 200 juta (peserta)," tuturnya.
Sebelumnya, Jokowi terang-terangan menyatakan bahwa persoalan defisit BPJS Kesehatan seharusnya bisa diselesaikan di tingkat kementerian. "Saya tahu problem kemarin urusan pembayaran rumah sakit. Saya ngerti. Sampai di meja saya sebulan atau lima minggu lalu. Ini urusannya Dirut BPJS (Kesehatan), gak sampai ke Presiden," katanya dalam Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) di Jakarta, Rabu lalu, 17 Oktober 2018.
Baca: BPJS Kesehatan Minta Pemerintah Kucurkan Dana Talangan Lagi
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 10,98 triliun. Untuk menambal defisit tersebut, pemerintah sudah melakukan penyuntikan dana hingga Rp 4,9 triliun pada tahap pertama. Selanjutnya, suntikan dana akan didapat dari cukai rokok yang peraturan presiden (Perpres) sudah diteken Presiden Jokowi pada Selasa lalu.
BISNIS