TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan seharusnya persoalan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan bisa diselesaikan di tingkat kementerian. "Ini urusan Direktur Utama (Dirut) BPJS [Kesehatan], enggak sampai ke Presiden," katanya dalam Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) di Jakarta, Rabu, 17 Oktober 2018.
Baca: BPJS Kesehatan Minta Pemerintah Kucurkan Dana Talangan Lagi
Jokowi mengaku tahu bahwa masalah defisit yang dialami BPJS Kesehatan berawal dari urusan pembayaran rumah sakit. "Saya ngerti. Sampai di meja saya sebulan atau lima pekan lalu," katanya. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 10,98 triliun.
Untuk menambal defisit tersebut, pemerintah sudah melakukan penyuntikan dana hingga Rp 4,9 triliun pada tahap pertama. Selanjutnya, suntikan dana akan didapat dari cukai rokok yang aturannya--berupa Peraturan Presiden (Perpres)--sudah diteken Jokowi pada pertengahan September 2018 lalu.
Menurut Jokowi, untuk mencegah persoalan tersebut terulang kembali, harus ada manajemen sistem yang baik dan memberikan kepastian bagi rumah sakit. Ia juga menyayangkan Menteri Kesehatan dan Dirut BPJS Kesehatan tak bisa menyelesaikannya.
"Ini adalah problem tiga tahun yang lalu. Kalau bangun sistemnya benar, gampang. Mestinya harus rampung di Menteri Kesehatan dan Dirut BPJS (Kesehatan). Urusan ini kok sampai Pesiden, kebangetan," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Persi Kuntjoro Adi Purjanto mengemukakan industri rumah sakit memiliki persoalan besar yang harus segera diselesaikan yakni piutang kepada BPJS Kesehatan. "Rumah sakit tidak boleh sakit seperti industri penerbangan. Di samping pilotnya harus kompeten dan profesional, avturnya tidak boleh macet. Masalah JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), mohon Bapak Presiden ini ada potensi piutang sampai akhir nanti," ucapnya.
Pada Kamis pekan lalu, Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris sempat menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membahas regulasi optimalisasi peran pemerintah daerah (Pemda) agar dapat menanggulangi defisit. Dia mengaku sangat menantikan payung hukum untuk mengatasi masalah ini.
Fachmi menjelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 84/2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan Pasal 37 Ayat 5, ada tiga tindakan khusus pemerintah saat posisi keuangan BPJS Kesehatan sedang negatif. Tiga tindakan tersebut yaitu penyesuaian dana operasional, penyesuaian iuran, serta penyesuaian manfaat yang diberikan.
Lebih jauh Fachmi berharap bisa memasukkan tindakan khusus keempat dalam regulasi tersebut yaitu mengoptimalkan peran Pemda. Dia berharap Jusuf Kalla atau JK akan segera memproses hal itu dan membicarakannya dengan Presiden Jokowi.
Baca: Janji Sandiaga Uno Jika Terpilih Soal BPJS Kesehatan
Selama ini, BPJS berkontrak dengan rumah sakit atau Puskesmas secara langsung. Dengan penambahan tindakan khusus keempat, BPJS diharapkan bisa berkontrak langsung dengan Pemda.
BISNIS