TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan asumsi nilai tukar rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019 sebesar Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat. Angka itu meningkat ketimbang saat rapat bersama Badan Anggaran DPR sebelumnya yang sepakat mematok kurs sebesar Rp 14.500 per dolar AS.
Baca juga: Sri Mulyani: Arah Membaik, Perdagangan Nonmigas Positif
"Jadi hasil Panja (Panitia Kerja) A ada perubahan asumsi nilai tukar menjadi Rp 15 ribu per dolar AS," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 15 Oktober 2018.
Dengan adanya perubahan asumsi kurs, Sri Mulyani berujar akan ada peningkatan pendapatan negara sebesar Rp 10,3 triliun. Rinciannya, kata dia, adalah dengan kenaikan pemasukan PPh Minyak dan Gas sebesar Rp 2,2 triliun, serta kenaikan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 8,1 triliun.
Di samping itu, belanja negara juga diperhitungkan naik Rp 10,9 triliun. Adapun rinciannya, kata Sri Mulyani, subsidi energi naik Rp 6,3 triliun, belanja lainnya naik Rp 2,6 triliun, dan dana bagi hasil meningkat Rp 2 triliun.
Pada rapat yang sama, Bank Indonesia memprediksi nilai tukar rupiah pada 2019 berkisar pada Rp 14.800 - 15.200 per dolar AS. "Itu didasari perkembangan beberapa waktu terakhir," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Perry melihat ke depannya ketidakpastian global memang masih akan berlangsung. Namun ketidakpastian itu akan mengarah ke positif ketimbang saat ini.
Sejumlah indikator yang mendukung pernyataan Perry antara lain adalah kenaikan suku bunga Bank Sentral AS, The Fed, yang lebih kecil ketimbang tahun ini. "Kenaikan suku bunga The Fed masih bisa 2-3 kali lagi. Namun dibanding tahun ini yang bisa sampai 4 kali, kenaikannya akan lebih kecil."
Selain itu, normalisasi moneter atau pengetatan diperkirakan akan terjadi di Eropa pada paruh kedua tahun 2019. Sehingga, kebijakan itu, kata Perry, bisa mengimbangi penguatan dolar, seiring dengan menguatnya euro.
"Jadi ketidakpastian masih ada, tapi arahnya positif," ujar Perry.
Di samping itu, Perry mengatakan ada perkembangan baru mengenai ketegangan dagang Amerika Serikat dengan mitra-mitra dagangnya. Selama pertemuan IMF - Bank Dunia, kata dia, ada kelanjutan perundingan antara AS - Kanada, AS - Eropa, dan AS - Korea Selatan.
"Itu kan lebih positif di banding sebelumnya," kata Perry. Sementara, antara AS dan Cina, proses perundingan masih berlangsung. Ia melihat dari perundingan-perundingan itu ada semangat untuk kooperasi kebijakan perekonomian dan perdagangan, serta keinginan untuk lebih konstruktif.
Faktor lainnya, kata Perry, telah ada sejumlah langkah yang dilakukan pemerintah bersama Bank Indonesia dan sejumlah lembaga untuk menurunkan defisit transaksi berjalan dan mendorong modal asing masuk ke dalam negeri. Misalnya, langkah itu dicerminkan dengan kenaikan suku bunga BI dan keluarnya sejumlah kebijakan di pasar valuta asing.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, kurs menyentuh level Rp 15.246 per dolar AS pada hari ini. Angka tersebut lebih lemah 52 basis poin ketimbang saat ditutup pada hari Jumat lalu, 12 Oktober 2018. Kala itu, rupiah berada di level Rp 15.194 per dolar AS.