TEMPO.CO, Nusa Dua -Managing Director IMF, Christine Lagarde, menilai Indonesia termasuk negara berkembang yang tak tertular krisis ekonomi lebih luas. Krisis itu terjadi di tengah ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkan dari pengetatan suku bunga global.
Baca: Ini Alasan Bos IMF Menyebut Indonesia Tidak Butuh Utang
Christine Lagarde mengatakan saat ini banyak negara yang sudah lebih siap dengan kebijakan yang tepat, dan hanya sedikit yang belum. Tetapi negara tersebut telah memulai langkah perbaikan.
Dalam konteks Indonesia, Lagarde melihat banyak perubahan yang signifikan dalam tataran kebijakan ekonominya, baik fiskal dan reformasi struktural. "Kartu penilaian untuk Indonesia adalah luar biasa," ujarnya, Kamis, 11 Oktober 2018.
Sejumlah hal yang mendasari pernyataan Lagarde adalah rapor perekonomian Indonesia terbilang bagus. "Peningkatan pendapatan per kapita yang naik dua kali lipat, penurunan angka kemiskinan hingga 11 persen," katanya. Selain itu angka pertumbuhan ekonomi cukup baik dan laju inflasi terkendali.
Lebih jauh, Lagarde mengimbau agar tidak mempermasalahkan nilai tukar rupiah yang melemah akibat pengaruh dolar AS yang menguat. Pasalnya, kondisi ini terjadi hampir menimpa seluruh mata uang di dunia, termasuk Australia dan Selandia Baru.
Hal yang lebih penting, menurut Lagarde adalah cadangan devisa, ketahanan sektor perbankan, serta pengelolaan utang semuanya menunjukkan perbaikan yang sangat masif dan rekam jejak yang baik. Dengan demikian, dia memberikan apresiasi kepada pemerintah dan berharap Indonesia terus menunjukkan kedisiplinan yang baik.
Sebelumnya, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada 2018 menyebutkan utang Indonesia tergolong masih rendah dan terjaga. Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria saat peluncuran OECD Economic Survey Indonesia 2018 dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-WBG di Nusa Dua, Bali, Rabu, memaparkan hasil survei ekonomi OECD di Indonesia yang salah satunya terkait utang pemerintah.
"Adanya aturan terkait dengan defisit anggaran, telah menahan pertumbuhan utang," katanya. Namun, pengeluaran tambahan untuk infrastruktur, kesehatan, dan bantuan sosial terkendala oleh rendahnya pendapatan. Oleh karena itu, kata Gurria, sumber daya harus didapatkan melalui efisiensi yang lebih baik dan pendapatan yang lebih besar. "Pertumbuhan belanja gaji pegawai negeri telah berhasil dibatasi pada 2017 dan transfer dana ke daerah yang ditargetkan makin membaik," katanya.
OECD juga mencatat pendapatan per kapita yang tumbuh makin kuat di Indonesia, meski sayangnya kesenjangan infrastruktur masih besar dan belanja kesehatan serta bantuan sosial perlu ditambah lagi demi meningkatkan inklusifitas. "Kesejahteraan juga akan lebih baik jika capaian hasil terkait lingkungan lebih mendapat perhatian," tutur Gurria.
Baca: Bos IMF Beri Saran 3 Hal Ini untuk Genjot Pertumbuhan
Senada dengan Bos IMF Christine Lagarde sebelumnya, Gurria memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia diperkirakan akan terus solid di kisaran lima persen per tahun yang dipertahankan sejak 2013 didorong oleh faktor konsumsi dan akhir-akhir ini juga didorong oleh investasi infrastruktur yang memang dibutuhkan. Sementara inflasi tahunan berada di tengah-tengah rentang 3,5 persen (plus minus 1 persen).