TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kemajuan ekonomi di kawasan Asia Timur menghadapi lima tantangan yang belum menemukan solusinya. Sri Mulyani menyampaikan hal itu dalam seminar regional Resurgent East Asia: Adapting Its Developing Model to a Changing World -- rangkaian acara IMF - World Bank, di Bali, 10 Oktober 2018.
BACA: Pertemuan IMF - World Bank Merugikan atau Menguntungkan ?
Acara itu juga dihadiri Menteri Keuangan Malaysia, Lim Guan Eng dan mantan Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu. "Kelima tantangan itu adalah kemiskinan, kesenjangan, tata kelola, perubahan iklim dan infrastruktur.
Menurutnya, mengurangi kemiskinan masih menjadi agenda yang belum selesai di banyak negara. Bahkan di negara dengan pendapatan per kapita yang relatif tinggi," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, Rabu, 10 Oktober 2018.
Sri Mulyani mengatakan di Indonesia sendiri dalam sejarah untuk pertama kalinya kemiskinan di bawah angka 10 persen.
Menurut Sri Mulyani senjangan pendapatan semakin meningkat karena perekonomian yang tidak inklusif di negara Asia Timur. Isu tata kelola, termasuk pelayanan publik yang buruk, lemahnya lembaga pemerintahan dan korupsi, masih menjadi tantangan di kawasan ini.
BACA: Sri Mulyani: Survei OECD, Ekonomi Indonesia Positif Meski Dalam Tekanan Global
Selain itu, kata Sri Mulyani kawasan Asia Timur mengalami peningkatan jumlah maupun dampak dari cuaca yang ekstrem seperti banjir, kekeringan dan serangan gelombang panas memperburuk situasi. Menurut Sri Mulyani perlambatan pertumbuhan ekonomi juga diperparah oleh ketidakefisienan infrastruktur.
Sri Mulyani menilai kelambanan pertumbuhan ekonomi kawasan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni keseimbangan baru perekonomian Cina, bertambah tuanya populasi, dan proteksi perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara maju.
"Untuk menghadapi berbagai challenges itu kita perlu mengarah kebijakan yang lebih positif,” kata Sri Mulyani.
Ini artinya, kata Sri Mulyani perlu terus tetap mengoptimalkan keuntungan dari globalisasi dan kemajuan teknologi. “Kita harus pastikan kerangka kerja sama internasional dan pendekatan multilateral dijalankan kepada setiap negara agar tercipta level of playing field yang dapat menghindari langkah-langkah proteksionisme. Kita juga harus menghindari pembuatan kebijakan yang distortif dan rembesan negatif yang akan meningkatkan ketegangan di negara Asia Timur,” ujar Dia.
Sri Mulyani berharap negara-negara Asia Timur dapat bersama-sama menyalurkan aspirasi agar perekonomian global menjadi lebih baik. Selain itu, menurut Sri Mulyani para pembuat kebijakan harus mengadopsi yang mengedepankan inklusifitas sosial.
Kebijakan itu, kata Sri Mulyani, misalnya mengurangi ketidakseimbangan terhadap peluang, kesempatan kerja dan meningkatkan akses kepada pendidikan, pelayanan kesehatan dan jaminan sosial. Sri Mulyani juga mengingatkan agar kemajuan teknologi dapat mengedepankan inklusifitas.
“Di Indonesia kita bisa menyaksikan peran yang besar dari teknologi digital yang menjadi sarana untuk meningkatkan kesejahteraan. Misalnya dengan menghubungkan antara sektor informal dengan sektor ekonomi formal“, ujar Sri Mulyani.