TEMPO.CO, Jakarta - Harga emas menghijau tipis, tetapi masih mendekati level terendah selama enam tahun setelah anjlok pada sesi sebelumnya.
BACA: Harga Emas Antam Naik Menjadi Rp 661.000 per Gram
Pelemahan emas terjadi setelah data ekonomi Amerika Serikat menunjukkan penguatan, dan Federal Reserve AS akan tetap menaikkan suku bunga hingga tahun depan.
Pada perdagangan Jumat 28 September 2018, indeks dolar AS semakin kokoh terhadap mata uang utama lainnya dengan kenaikan 0,09% atau 94,98 poin, Kenaikan indeks dolar ini terjadi setelah pertumbuhan ekonomi AS membaik dan mencatat laju tercepat selama empat tahun terakhir.
Adapun data barang konsumsi naik 4,5% pada Agustus, rebound dari bulan sebelumnya turun 1,2%.
Baca Juga:
Pada sesi yang sama, harga emas spot mencatatkan kenaikan 1,09 poin atau 0,09% menjadi US$1.183,87 per troy ounce. Sementara itu, harga emas Comex justru turun tipis 0,60 poin atau 0,05% menjadi US$1.886,80 per troy ounce.
Analis Argonaut Securities Helen Lau mengatakan bahwa outlook jangka pendek untuk emas masih dalam tren bearish karena kemungkinan dolar AS akan tetap mendapat dorongan dari perang dagang dengan China dan adanya outlook kenaikan suku bunga acuan AS selanjutnya.
Rabu 26 September 2018 malam lalu waktu AS, Federal Reserve kembali menaikkan suku bunganya sesuai rencana dan menyatakan akan tetap melanjutkan kenaikan hingga akhir 2019 dan lanjut hingga 2020.
"Emas sudah bersusah payah mencapai level psikologis di US$1.200 per troy ounce dalam beberapa hari rerakhir ini. Tapi kami lihat sepertinya tidak berhasil. Begitu naik sedikit, kemudian harganya turun lagi," ungkap Brian Lan, Direktur Pengelola GoldSilver Central, seperti dilansir dari Reuters, Jumat 28 September 2018.
Lan menambahkan, apabila harga turun, kemungkinan bisa memacu pembelian fisik, yang bisa mendorong harga kembali terkerek.
Sepanjang 2018 berjalan, harga emas sudah turun lebih dari 13% dari puncaknya pada April, sebagian besar disebabkan oleh dolar AS yang terus menguat karena data ekonomi AS positif dan ketakutan pasar akan perang dagang global. Investor saat ini cenderung lebih berminat untuk membeli greenback daripada bullion untuk dijadikan aset lindung nilai.
"Perang dagang masih memberikan dorongan pada dolar AS yang secara umum bisa meredupkan harga emas," kata Nicholas Frappell, Manajer Global ABC Bullion di Australia.
Spekulasi jangka pendek yang cukup besar dinilai Frappell bisa memberi bantalan bagi pelemahan harga emas karena pemain pasar masih mengawasi dengan ketat untuk memutuskan mengambil dana simpanannya.
Simak berita harga emas di Tempo.co
BISNIS.COM