TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengingatkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan mempengaruhi tingkat inflasi. Kurs rupiah dalam beberapa waktu terakhir terus melemah. Bahkan hari ini rupiah bergerak mendekati Rp 15.000 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah Loyo, BI Intervensi Rp 3 Triliun di Pasar SBN
Menurut Darmin, melemahnya kurs rupiah disebabkan oleh rencana bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan. Hingga 2019, menurut Darmin, suku bunga The Fed bisa naik hingga 1,5 persen atau lebih. "Jadi arahnya dia (The Fed) menaikkan (suku bunga acuan). Jadi dari sini ke 2019 itu arahnya bisa 1,5 persen bisa naik lagi atau lebih dikit," kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat, 31 Agustus 2018.
Akibatnya, Bank Indonesia pun harus melakukan kebijakan pengetatan moneter. "Itu berarti kita akan terkena dampaknya, sebagian di kurs, tingkat suku bunga (bank) dan inflasi. Mungkin juga lama-lama inflasi kita terpengaruh (nilai tukar rupiah) dari imported inflation," ujarnya. Imported inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh mahalnya harga barang-barang impor akibat melemahnya kurs rupiah.
Meski demikian, Darmin mengatakan melemahnya kurs rupiah belum berdampak terhadap inflasi inti atau core inflation. "Tapi sejauh ini belum, core inflation naik sedikit tetapi masih di bawah 3,5 persen," ujarnya.
Darmin menjelaskan jika diakumulasikan hingga Agustus 2018, kenaikan angka inflasi sudah mulai terasa namun belum terlalu signifikan. "Kapan kelihatan dampaknya? Tidak tahu, susah menebaknya," tutur dia.
Darmin juga mengatakan akan sangat sulit untuk mengantisipasi inflasi dari barang impor. Sebab selama Indonesia masih terus melakukan impor maka Indonesia akan terpengaruh. "Walaupun ada upaya juga untuk mengendalikan impor, tapi tetap saja perlu barang itu."