TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Schneider Siahaan, menjelaskan utang Indonesia mencapai Rp Rp 4.253,02 triliun. Utang tersebut digunakan untuk membangunan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
BACA: Utang Luar Negeri Capai Rp 4.997 T, Gubernur BI: Masih Aman
Schneider menjelaskan tenor pembayaran hutang rata-rata 9 tahun. Sehingga, tidak ada penumpukkan jatuh tempo pembayaran di tahun yang sama. "Kami mengelola utang dengan mengatur tenornya," ujar dia di Kantor Kemekeu, Selasa, 21 Agustus 2018.
Menurutnya, tahun 2018 jatuh tempo pembayaran utang yang harus dilunasi Rp 409 triliun. Namun, dengan meningkatnya pendapatan pajak, utang tersebut dapat dibayarkan.
Schneider menuturkan, penerimaan pajak Indonesia Rp 2.000 triliun, kemudian pendapatan lainnya berasal dari penerimaan bukan pajak, yaitu ekspor dan layanan pemerintah. "Kita mampu, karena penerimaan pajak kita tinggi," tutur dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa tahun depan pemerintah menghadapi tantangan cukup berat khususnya dalam mengelola anggaran karena utang jatuh tempo yang besar. Sedikitnya besar utang jatuh tempo yang harus dibayar pemerintah di tahun 2019 mencapai Rp 409 triliun.
Baca: Rasio Utang Terhadap PDB Terus Naik, Ini Rencana Sri Mulyani
Sri Mulyani menyebutkan defisit anggaran akan ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang mengacu pada kebijakan untuk mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas aman. Selain itu mengaku kebijakan efisiensi pembiayaan anggaran agar tercapai fiscal sustainability.