TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan orang yang tergabung dalam Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Blok Rokan (GRKBR) hari ini menyuarakan petisi menjelang berakhirnya pengelolaan Blok Rokan di Provinsi Riau oleh PT Chevon Pacific Indonesia. Tuntutan utama dari petisi ini adalah menolak perpanjangan kontrak bagi Chevron yang akan berakhir pada 2021 nanti.
Baca: Kontrak Chevron di Blok Rokan Bisa Diperpanjang dengan Syarat
"Karena Chevron telah mengelola Blok Rokan selama setengah abad," kata Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara yang menjadi salah satu inisiator gerakan saat membacakan poin pertama petisi, Senin, 30 Juli 2018.
Puluhan orang dari Gerakan ini menyuarakan petisi di ruang GBHN, Nusantara V, Kompleks DPR/MPR, Jakarta Selatan. Peserta yang hadir datang dari berbagai institusi, mulai dari tokoh senior Partai Amanat Nasional, Amien Rais; Mantan Menteri Dalam Negeri era-Presiden B.J. Habibie, Letnan Jenderal (Purn) Syarwan Hamid, anggota Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, dan puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI.
Baca: Chevron Andalkan Teknologi Injeksi untuk Kelola Sumur Minyak
Saat ini, masa operasional Chevron di Blok Rokan memang akan berakhir. Untuk itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunggu pengajuan proposal dari Chevron dan juga Pertamina untuk melanjutkan bisnis di sana. Ditargetkan, Kementerian ESDM telah menunjuk pengelola selanjutnya pada akhir Juli ini.
Marwan melanjutkan, tuntutan kedua dari gerakan ini adalah mengembalikan Blok Rokan ke Indonesia dengan menetapkan Pertamina sebagai pengelola 100 persen Blok Rokan. Frasa "menetapkan Pertamina" kemudian diubah dalam diskusi antar anggota menjadi "menetapkan konsorsium BUMN dan BUMD."
Tuntutan ketiga yaitu menolak berbagai upaya, tawaran investasi, bantuan finansial dari perusahaan asing untuk memperpanjang kontrak eksploitasi Blok Rokan. Tuntutan keempat menjamin kepemilikan minimal 10 persen saham Blok Rokan bagi BUMD. Dalam diskusi, frasa "10 persen" pun lagi-lagi diubah menjadi "sesuai peraturan yang berlaku."
Tuntutan kelima yaitu membebaskan keputusan kontrak Blok Rokan dari perburuan rente oleh para oknum penguasa. Tuntutan keenam adalah mengikis habis pejabat-pejabat yang telah menjadi kaki tangan asing dengan berbagai cara. Lalu tuntutan terakhir adalah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi aktif mengawasi proses penyelesaian status kontrak Blok Rokan. "Termasuk kontrak-kontrak sumber daya alam lainnya," kata Marwan.