TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan akhirnya mengeluarkan Rp 47,03 triliun piutang pajak dari neraca tahun anggaran 2017. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hal tersebut sesuai dengan rekomendasi Badan pemeriksa Keuangan.
Baca: Dirjen Pajak: Pengenaan Pajak Harta Warisan Masih Wacana
Pada mulanya pembukuan mencatatkan bahwa piutang negara pada 2017 adalah Rp 101,7 triliun. BPK sempat menanyakan apakah piutang itu seluruhnya terlegitimasi atau ada yang sudah tidak bisa ditagih.
"Karena itu kami minta ke Inspektorat Jenderal dan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pembersihan, mana yang masih legitimate, dan mana yang sudah expired," ujar Sri Mulyani saat rapat bersama Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat di Ruang Rapat Komisi XI, Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 19 Juli 2018.
Untuk piutang yang sudah expired, kata Sri Mulyani, bisa dilakukan hapus buku, namun bukan berarti hapus tagih. Dikeluarkannya piutang perpajakan dari neraca juga telah sesuai dengan PSAP 01 PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Dengan begitu perkara itu tidak lagi menjadi temuan dalam audit BPK.
Direktur Jenderal pajak Robert Pakpahan menyebut dari total Rp 47,03 triliun piutang perpajakan yang dihapuskan dari neraca, sebanyak Rp 13,6 triliun adalah pitang yang sudah dilunasi pada tahun berjalan. Sementara itu, sebanyak Rp 1,2 triliun karena koreksi penyesuaian dan Rp 32,7 triliun dinilai sudah kedaluwarsa.
Robert mengatakan piutang Rp 32,7 triliun itu akan kembali diteliti, mana yang perlu diproses hapus tagih, dan mana yang masih bisa ditagih. Meski, secara pembukuan, angka tersebut sudah dikeluarkan dari neraca.
Baca: Turunkan PPh Final, Sri Mulyani Berharap UMKM Patuh Bayar Pajak
""Kalau tidak ditemukan harta dan aset, bisa diusulkan kedaluwarsa. Sebagian besar adalah tagihan dari tahun 1995-2005, yang tidak bisa ditagih," ujar Robert. Beberapa kendala dalam penagihan antara lain adalah tidak adanya alamat wajib pajak. Adapula wajib pajak yang kini telah meninggal dunia.