TEMPO.CO, Yogyakarta- Kementerian Perindustrian memprediksikan penerapan Revolusi Industri 4.0 di Indonesia bakal mampu menciptakan 10 juta lapangan pekerjaan waktu hingga 2030 mendatang.
“Ada 10 juta lapangan kerja bisa tercipta dengan penerapan industri 4.0 itu sampai rentang 2030,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara di sela Konferensi Internasional Pendidikan Standarisasi di Yogya Selasa 3 Juli 2018.
BACA: Menaker Sebut SDM Jadi Tantangan Terberat di Industri 4.0
Ngakan menuturkan, kondisi tenaga kerja Indonesia hingga rentang 2030 diperkirakan tumbuh menjadi 30 juta tenaga kerja. Kondisi meledaknya pertumbuhan tenaga kerja ini menjadi tantangan sehingga perlu segera penerapan industri 4.0. Dengan penerapan industri 4.0 ini diprediksi mampu menyerap sekitar 20 juta tenaga kerja sehingga bisa mengimbangi lonjakan tenaga kerja yang terjadi.
Untuk menuju penerapan industri 4.0 banyak hal yang perlu disiapkan saat ini. Ngakan menuturkan, pendidikan sumber daya manusia menjadi faktor mutlak untuk dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian infrastruktur terkait dengan digitalisasi juga harus digencarkan. Tak hanya itu sistem logistik modern juga harus dipersiapkan.
“Jangan sampai kita menghasilkan barang tapi sistem logistiknya masih payah, saat mau ekspor harga barang jadi sangat tinggi dan kalah bersaing,” ujarnya.
BACA: Bos GE Sebut SDM Sebagai Tantangan Terbesar di Industri 4.0
Ngakan menuturkan, untuk pembenahan sistem logistik Indonesia bisa meniru Singapura yang sudah menerapkan sistem logistik 4.0. Di mana distribusi barang sudah seluruhnya dilakukan serba terotomatisasi. Begitu pula di lini produksi Singapura juga telah melakukan berbagai otomatisasi produksi.
“Efisiensi produksi menjadi kunci penerapan industri 4.0 ini,” ujarnya.
Ngakan menuturkan, dari sumbangan atau added value sektor industri kepada produk domestik bruto (PDB) Indonesia saat ini berada diperingkat empat dunia dengan kontribusi sebesar 22 persen. Negara dengan sumbangan PDB terbesar diduduki Korea Selatan sebesar 29 persen, Cina 27 persen, dan Jerman 23 persen.
Ngakan menuturkan efektitas produksi Indonesia bisa berkaca dari perbandingan dengan negara seperti Cina dan India saat ini. Produktivitas industri di Cina misalnya, terhitung sangat tinggi mencapai dua kali dibanding negara lain namun membutuhkan biaya produksi yang tinggi pula hinga 1,5 kali.
Menurut Ngakan, efektivitas produksi Cina yang tinggi masih kalah dengan India yang produktivitas tak begitu tinggi namun biaya yang dikeluarkan juga relatif rendah sehingga secara keseluruhan efektif. “Produktivitas itu terkait berapa banyak barang yang dihasilkan dibagi dengan ongkos yang dikeluarkan,” ujarnya.
Baca berita tentang Industri 4.0 lainnya di Tempo.co.