TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyebut beberapa dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina belakangan ini. Yang paling terasa adalah adanya defisit neraca perdagangan tanah air.
"Kondisi ini bisa berakibat pada defisit neraca perdagangan terganggu hingga akhir semester kedua 2018," ujar Bhima kepada Tempo, Senin, 17 Juni 2018.
Simak: Peluang dan Ancaman Perang Dagang AS-Cina
Beberapa dampak yang sudah dirasakan Indonesia, kata dia, misalnya lesunya ekspor produk kelapa sawit. Padahal sawit adalah produk unggulan ekspor Indonesia. Pada awal kuartal pertama saja ekspor Sawit Indonesia turun hampir 17 persen ketimbang tahun sebelumnya.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa negara yang memilih kebijakan yang lebih proteksionis dan lebih melihat ke dalam negeri. Amerika Serikat, misalnya, kini telah menaikkan bea masuk produk bio-diesel. Kebijakan proteksionis juga diambil oleh Eropa, dengan beberapa retailer melarang penjualan minyak kelapa sawit.
Baca: Perang Dagang Amerika Cina, Indonesia Bisa Lirik Partner Lain
"Lalu India juga ikut-ikutan meningkatkan bea masuk anti dumpingnya untuk produk kelapa sawit gitu," ujar Bhima.
Produk lainnya yang terganggu akibat perang dagang adalah di sektor otomotif. Bahkan menurut Bhima, ekspor Indonesia ke beberapa negara, misalnya Vietnam, juga secara tidak langsung ikut terganggu. Berikutnya, ekspor besi baja dan alumunium ke AS juga bisa terganggu akibat perang dagang itu.
Baca: Kanada Balas Amerika Serikat dengan Tarif Impor Rp 178 T
Selain melesunya sektor ekspor, Bhima mengatakan perang dagang juga berdampak kepada meningkatnya impor Indonesia. Sebab, Indonesia dianggap sebagai pelampiasan ekspor dari negara yang terkena dampak perang dagang.
"Jadi siap siap kalau cina susah masuk ke AS, dia akan banting setir ekspor ke negara lainnya. Pasar Indonesia besar, tentu Indonesia akan terkena dampak," ujar Bhima.
Baca: Tindakan Balasan, Amerika Serikat Dihantam Tarif Baja Uni Eropa
Defisit terus meningkat sementara impor kita terus meningkat karena Indonesia dianggap sebagai pelampiasan ekspor dari negara yang terkena dampak perang dagang. Jadi siap siap kalau cina susah masuk ke AS, dia akan banting setir ekspor ke negara lainnya. Pasar Indonesia besar, tentu Indonesia akan terkena dampak.
Perang dagang antara AS dan Cina makin menghangat ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif impor 800 produk asal Cina dengan total nilai US$ 50 miliar terhitung mulai tanggal 6 Juli, termasuk produk otomotif, pada Jumat lalu.
Cina pun bersiap menanggapi dengan akan mengenakan tarif impor pada 659 produk asal AS, mulai dari kedelai dan mobil hingga makanan laut.