TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menyambut baik usul Presiden Joko Widodo kepada perbankan untuk menerbitkan kredit pendidikan atau student loan. "Saya pada prinsipnya memang senang sekali kalau ada student loan," kata Nasir di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, 15 Maret 2018.
Menurut Nasir, banyak mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir kesulitan mempercepat kelulusannya. Mahasiswa, ucap dia, tak memiliki uang untuk membiayai praktik dan riset. "Nah, kalau ada dana jangka pendek, itu untuk menyelesaikan, ya lebih baik," ujarnya.
Baca: Jokowi Beri Pekerjaan Rumah untuk Perbankan: Kredit Pendidikan
Nasir pun menceritakan pengalamannya. Ketika menjadi mahasiswa, dia mengaku juga pernah mendapatkan kredit pendidikan. Saat itu di zamannya kuliah pada 1985, Nasir menggunakan kredit mahasiswa Indonesia dari Bank Negara Indonesia (BNI) untuk biaya pendidikannya di tingkat akhir.
Kala itu, tutur Nasir, tidak ada bunga saat pelunasannya. Ia mengatakan kredit itu dilunasi setelah bekerja selama dua-tiga tahun. Nasir berujar, program student loan itu kemudian berhenti lantaran banyak mahasiswa yang tidak membayar pinjaman.
Padahal, bagi mahasiswa yang tidak membayar kredit pendidikan, ijazahnya akan ditahan. "Tapi ternyata mereka tidak butuh ijazahnya. Dia bisa fotokopi ijazahnya, legalisir. Yang legalisir itu yang dibawa," ucapnya.
Adapun soal program student loan yang diusulkan Jokowi kepada perbankan, Nasir mengatakan hal itu merupakan ide baru karena mencontoh Amerika Serikat. Nantinya, teknis pengembalian kredit itu akan dibahas Menteri Koordinator Perekonomian.
Dalam pertemuan dengan pimpinan bank umum di Indonesia, Jokowi meminta pelaku perbankan mengeluarkan produk finansial baru berupa student loan. Jokowi mengaku heran perbankan Indonesia tak memiliki produk kredit pendidikan. Padahal, ujar dia, nilai nominal outstanding atau realisasi pembiayaan kredit pendidikan di Amerika Serikat telah melampaui total outstanding pinjaman kartu kredit.
Jokowi menyebutkan total pinjaman kartu kredit di Amerika Serikat mencapai US$ 800 miliar. Sedangkan total pinjaman kredit pendidikannya mencapai US$ 1,3 triliun. Menurut Jokowi, jika Indonesia memiliki produk kredit pendidikan, hal ini dapat mendorong perilaku konsumtif berpindah ke hal-hal yang bersifat produktif.