TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan akan melakukan kajian mengenai pemberian kredit pendidikan atau student loan seperti yang diminta oleh Presiden Jokowi. "Secepatnya kajian, ya tahun ini," kata Wimboh di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 15 Maret 2018.
Kredit pendidikan, kata Wimboh, sebetulnya sudah lama ada di Indonesia. "Sudah ada lama tapi nanti bisa kita tawarkan lagi supaya masyarakat mempunyai kesempatan untuk belajar lebih tinggi lagi mendapatkan pengalaman. Sehingga nanti bisa lebih profesional dan mendukung produksi barang-barang," ucapnya.
Baca: Jokowi Kritik Perbankan Bermain Terlalu Aman, Ini Buktinya
Wimboh menuturkan, selama ini memang tidak ada kredit khusus pendidikan, tetapi kredit tanpa agunan. Umumnya, kata dia, kredit tanpa agunan (KTA) juga bisa dipakai untuk apa saja, termasuk pendidikan.
Adapun kredit pendidikan belum dikembangkan secara khusus. Menurut Wimboh, kredit pendidikan tak membutuhkan peraturan khusus.
Yang membedakan antara kredit pendidikan dengan KTA, kata Wimboh, ialah cara pembayarannya. "KTA kan bayarnya bisa setiap bulan. Nanti student loan itu ada opsinya mau bayar tiap bulan, mau bayar nanti kalau dapat beasiswa, atau kalau sudah kerja," ujarnya.
Presiden Jokowi sebelumnya memberikan pekerjaan rumah kepada pelaku perbankan, dalam pertemuannya dengan pimpinan bank umum Indonesia. Ia meminta kepada para pelaku perbankan untuk mengeluarkan produk finansial baru berupa kredit pendidikan atau student loan.
Jokowi mengaku heran perbankan Indonesia tak memiliki produk kredit pendidikan. Padahal, kata dia, nilai nominal outstanding atau realisasi pembiayaan kredit pendidikan di Amerika Serikat telah melampaui total outstanding pinjaman kartu kredit. "Kaget saya membaca ini," katanya.
Lebih jauh Jokowi menyebutkan, total pinjaman kartu kredit di negara Abang Sam itu mencapai US$ 800 miliar. Sedangkan total pinjaman kredit pendidikannya mencapai US$ 1,3 triliun.
Menurut Jokowi, jika Indonesia memiliki produk kredit pendidikan, perilaku konsumtif bakal berpindah ke hal-hal yang bersifat produktif. "Dan memberikan nantinya nilai tambah kepada intelektualitas, visi kita ke depan yang sangat basic yaitu bidang pendidikan," ujarnya.