TEMPO.CO, Jakarta-Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menganggap kenaikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik sebagai hal wajar. Menurut Darmin, langkah tersebut termasuk logis mengingat harga minyak mentah (crude oil) dunia yang telah melebihi asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
"Dinaikkan subsidi adalah konsekuensi dari naiknya harga crude oil. Itu memang konsekuensi logis," ucap Darmin di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Selatan pada Kamis, 8 Maret 2018.
Baca: Darmin: Subsidi BBM Naik Bukan Kemunduran Reformasi Fiskal
Darmin mengatakan, pemerintah bisa saja berdiam diri dengan tidak menaikkan harga subsidi BBM dan listrik meski harga minyak dunia melambung. Namun, hal tersebut bisa berakibat fatal bagi PT Pertamina (Persero), sebagai perusahaan milik negara yang menyalurkan dan menyediakan BBM.
"Bisa collapse dia (PT Pertamina) kalau enggak dinaikkan subsidinya," kata Darmin.
Darmin belum memastikan jika pemerintah mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) terkait kenaikkan subsidi energi tersebut. Hingga kini, Darmin belum mengetahui skema untuk memungkinkan kenaikan dana subsidi di APBN. "Kami akan cari jalannya (menaikkan subsidi), apakah harus dengan APBN-P atau bukan. Kalau memang keputusannya begit dengan APBN-P, ya nanti begitu," kata Darmin.
Darmin pun mengimbau publik untuk tidak khawatir atas kenaikan subsidi energi yang disinyalir mengakibatkan defisit anggaran negara. Sebab, pemerintah akan memperoleh tambahan pendapatan dari kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Pajak Penghasilan (PPh) migas berkat naiknya harga minyak mentah serta nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS yang melemah.
"Kalau harga crude oil naik, otomatis subsidi juga naik. Tapi penerimaan pemerintah juga naik. Masih surplus, jadi tidak membuat defisit," ucap Darmin.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menaikkan subsidi BBM dan listrik menyusul terjadinya kenaikan minyak mentah dunia, yang saat ini berada di kisaran US$ 60 per barel. Harganya berbeda jauh dari asumsi Indonesia Crude Price (ICP) yang dipatok dalam APBN yaitu US$ 48 per barel.
Sri Mulyani menjelaskan, pada dasarnya, kenaikan harga minyak mentah dunia memberikan pendapatan yang lebih banyak dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Namun kenaikan harga minyak akan membuat tanggungan subsidi energi PT Pertamina dan PT PLN lebih tinggi daripada yang dianggarkan dalam APBN. Dengan adanya subsidi tersebut, Sri Mulyani memastikan selisih tanggungan itu akan dibayarkan pemerintah.
Namun Sri Mulyani memastikan APBN akan tetap sehat dengan defisit kurang dari 2,19 atau 2,19 sesuai dengan Undang-Undang APBN. "Jadi kami melakukan kebijakan ini agar kebijakan makro tetap terjaga, kredibel, dan stabil serta fiskalnya tidak mengalami erosi kepercayaan," ujar Sri Mulyani.
Baca berita lainnya tentang BBM di Tempo.co.