TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tercatat gencar mensosialisasikan transaksi Keuangan elektronik atau non tunai kini. Meski begitu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan transaksi keuangan elektronik belum banyak digunakan masyarakat.
"Padahal Pemerintah mulai menerapkan transaksi elektronik semacam ini dalam banyak hal, salah satunya adalah transaksi pembayaran di gerbang tol,” kata Novani dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu, 25 Februari 2018.
Baca: Per Januari 2018, Pengguna Fintech Tembus 260 Ribu Orang
Menurut Novani tercatat ada lebih dari 50 persen penduduk Indonesia merupakan pengguna layanan internet. Akan tetapi, baru 7,5 persen dari keseluruhan pengguna layanan Internet memanfaatkan jaringan Internet untuk transaksi elektronik.
Menurut Novani, transaksi keuangan elektronik juga memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah efisiensi waktu. Selain itu, kata dia, transaksi elektronik juga dapat mendukung upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah uang beredar / money supply yang akan mempengaruhi tingkat inflasi.
"Berkurangnya jumlah uang beredar secara tidak langsung juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara agregat. Oleh karena itu, kontrol terhadap suku bunga bukan lagi menjadi satu-satunya cara pemerintah untuk mengendalikan inflasi," ujar Novani.
Karena itu, ia meminta Pemerintah dan para stakeholder pada sektor perbankan untuk memberikan literasi mengenai tranaksi digital secara merata baik masyarakat rural, perbatasan, maupun urban. Selain itu, pemerintah harus fokus terhadap penanganan cyber crime yang merupakan salah satu pemicu trauma dan ketidakpercayaan masyarakat atas keamanan data pribadi mereka di jejaring internet.
"Transaksi digital yang ditargetkan mencapai 75 persen sampai akhir tahun 2019 dapat menjadi salah satu alternatif pemerintah untuk dapat memperdalam kebijakan inklusi finansial (Keuangan) yang kini sedang dijalankan," ujar dia.