TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menurunkan batas daerah bahaya di Gunung Agung. Namun status awas masih dipertahankan.
Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar mengatakan daerah bahaya saat ini berada di sepanjang 6 kilometer dari kawah. Sebelumnya, radius daerah bahaya adalah 8 kilometer dari kawah dan perluasan secara sektoral 10 kilometer.
Baca: Erupsi Gunung Agung, OJK Relaksasi Kredit Bank di Karangasem
Dalam radius tersebut, Rudy memperkirakan ada potensi bahaya berupa lontaran batu pijar, pasir, kerikil, dan hujan abu pekat. "Jika hujan turun, ada potensi lahar hujan yang akan mengikuti lembah sungai yang berhulu dari Gunung Agung, bergantung pada debit air dan volume material erupsi," katanya, di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis, 4 Januari 2018.
Meski daerah berbahaya sudah berkurang, status gunung di Bali itu tidak diturunkan. Rudy menuturkan saat ini Gunung Agung masih dalam fase erupsi dan berdampak pada permukiman yang berada dalam radius 3-6 kilometer dari kawah. "Kalau dalam radius tersebut tidak ada permukiman, statusnya sudah bisa diturunkan," ucapnya.
Fase erupsi terlihat dari adanya material berupa lava yang mengisi kawah, embusan abu, dan lontaran batuan di sekitar kawah. Berdasarkan hasil analisis, volume lava di dalam kawah sekitar 20 juta meter kubik dari kapasitas kawah sebesar 60 juta meter kubik. Rudy menuturkan laju pertumbuhan kubah saat ini rendah, sehingga untuk memenuhi volume kawah dalam waktu singkat, kemungkinannya kecil.
Analisis itu menunjukkan potensi bahaya awan panas masih relatif kecil. "Untuk mendobrak kubah lava menjadi awan panas diperlukan pembangunan tekanan yang cukup besar, sementara pembangunan tekanan hingga hari ini belum menunjukkan pola peningkatan yang signifikan," ujar Rudy.
Gunung Agung hingga kemarin, Rabu, 3 Januari 2018, pukul 18.00 Wita, menunjukkan jumlah kegempaan dengan frekuensi tinggi dan rendah atau berfluktuasi. Ini mengindikasikan masih adanya tekanan dan aliran magma dari kedalaman hingga ke permukaan meski energi gempanya belum menunjukkan tren kenaikan yang signifikan.
Berdasarkan analisis deformasi dalam beberapa hari terakhir, Gunung Agung menunjukkan tren yang stagnan. Hal ini mengindikasikan belum adanya peningkatan pada sumber tekanan yang signifikan. Adapun data geokimia terakhir menunjukkan masih adanya gas magmatik SO2 dengan flux sekitar 100-300 ton per hari.