TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan peringkat kemudahan berbisnis Indonesia tak lepas dari keberhasilan pemerintah daerah menyederhanakan prosedur perizinan. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta Edy Junaedi menyebut penyederhanaan proses dan prosedur perizinan dilakukan dengan menghapus izin yang tidak lagi relevan.
Edy menyebut, pada 2015, terdapat 518 jenis izin/non-izin dan berkurang menjadi 476 jenis izin/non-izin. Angka ini kemudian berkurang hingga menjadi hanya 269 jenis izin/non-izin pada 2017. "Jenis izin/non-izin akan terus kami sederhanakan dengan target menjadi kurang dari 200 jenis izin/non-izin pada 2018," ujarnya, seperti dikutip dari rilis, Jumat, 3 November 2017.
Baca: Peringkat Kemudahan Berbisnis Naik, Menperin Atur Strategi
Pernyataan Edy menanggapi laporan Bank Dunia tentang kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EODB) di Indonesia naik 19 peringkat menjadi posisi ke-72 dari 190 negara yang disurvei. Pada EODB 2017, posisi Indonesia berhasil naik 15 peringkat dari 106 menjadi peringkat 91. Dengan demikian, dalam dua tahun terakhir, posisi Indonesia telah naik 34 peringkat. Sebelum EODB 2017, posisi Indonesia berkisar antara peringkat 116-129.
Lebih jauh, Edy menjelaskan, sedikitnya ada dua hal utama yang banyak disumbang dari Dinas Penanaman Modal Jakarta untuk dua dari sepuluh indikator EODB. Dua indikator itu adalah Indikator Memulai Usaha dan Indikator Mengurus Izin Mendirikan Bangunan di Jakarta dan Surabaya.
Kedua kota bisnis terbesar di Indonesia ini, kata Edy, menjadi lokasi perhitungan yang dilakukan Bank Dunia dengan asumsi, kriteria, metodologi, dan definisi tertentu untuk mengetahui peringkat EODB pada 190 negara di dunia. Adapun bobot penilaian Kota Jakarta sebesar 78 persen dan Surabaya 22 persen.
Karena itu, kata Edy, Dinas Penanaman Modal Jakarta mengklaim telah berkontribusi atas naiknya peringkat kemudahan berbisnis Indonesia. "Kenaikan peringkat tersebut merupakan apresiasi bagi kerja nyata yang kami lakukan selama ini," tuturnya.