TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Perekonomian menunjuk WWF Indonesia sebagai project management office (PMO) pembentukan Sekretariat Bersama Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial. Pembentukan tersebut telah disetujui melalui nota kesepahaman yang ditandatangani Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo hari ini di Gedung Kementerian Perekonomian di Jakarta Pusat.
Lukita mengatakan dengan adanya kerjasama antara kementerian dan lembaga terkait, diharapkan target dalam reforma agraria dapat dicapai secara efektif dan mempercepat target program tersebut. "Sekber dibentuk dengan tujuan mempercepat proses reforma agraria," ujarnya, Kamis, 19 Oktober 2017.
Baca: Menko Darmin Pimpin Tim Reformasi Agraria
Proses reforma agraria, menurut Lukita, sangat penting sebagai peletak dasar bagi program kebijakan pemeratan ekonomi, pengurangan kesenjangan pemilikan atau penguasaan lahan, penurunan angka kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjan. Bahkan, kerja sama ini merupakan yang pertama kali dilakukan Kemenko Perekonomian dengan pihak luar untuk penunjukan PMO.
Dalam kebijakan reforma agraria, kata Lukita, ada dua fokus program yang menjadi kunci untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi, yakni legalisasi aset yang terdiri dari lahan transmigrasi dan prona, serta redistribusi aset yang terdiri dari hag guna usaha atau tanah terlantar dan pelepasan kawasan hutan. "Kedua adalah pemberian akses pemanfaatan lahan hutan melalui program perhutanan sosial."
CEO WWF Indonesia Rizal Malik mengatakan kerja sama ini akan membantu pemerintah dalam program prioritas untuk memperbaiki tata kelola dan mewujudkan perhutanan sosial, melestarikan hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya. "Apalagi Indonesia merupakan negara yang ikut menyepakati Paris Agreement dan SDG (sustainable development goal)," ucapnya.
Rizal menambahkan fokus reforma agraria yang utama adalah legalisasi dan redistribusi aset yang digolongkan tanah obyek reforma agraria seluas 9 juta hektare. Dari luas tersebut ditargetkan 4,5 juta hektare untuk legalisasi aset. Adapun rinciannya 3,9 juta hektare untuk sertifikasi tanah warga dan 0,6 juta hektare untuk lahan transmigrasi.
Selain itu, sisanya 4,5 juta hektare akan dialokasikan untuk redistribusi aset yang terdiri dari 0,4 juta hektare dari lahan HGU yang telah habis masa berlakunya dan tanah-tanah terlantar, lalu 4,1 juta hektare dari pelepasan kawasan hutan negara. "Pemerintah juga menyiapkan lahan seluas 12,7 juta hektare melaui program perhutanan sosial," ucapnya.
Lebih lanjut Rizal menuturkan WWF Indonesia dalam perjanjian ini akan membantu untuk menjalin komunikasi dan koordinasi antar kementrian agar program pemerintah terkait reforma agraria tercapai. "Kami bertugas membantu untuk koordinasi teknis antar kementerian mengenai progres program ini."