TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Eva Nila Sari, mengatakan siaran pers mengatasnamakan anggota Komnas Maneger Nasution bahwa kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tentang pelarangan cantrang melanggar hak asasi nelayan, belum merupakan keputusan paripurna Komnas HAM.
Baca: Larang Cantrang, Komnas HAM: Menteri Susi Langgar Hak Nelayan
"Setahu saya belum menjadi putusan paripurna," kata Juru Bicara Komnas HAM Eva Nila Sari melalui pesan singkat pada Selasa, 3 Oktober 2017. "Seharusnya rilis memang menjadi putusan lembaga, tapi di Komnas HAM terkadang tidak seperti itu."
Maneger Nasution dalam rilis yang diterima media, Senin, 2 Oktober 2017, menyatakan Komnas HAM memutuskan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melanggar hak konstitusional nelayan dengan aturan pelarangan alat tangkap ikan cantrang. Siaran pers itu juga berisi tentang rekomendasi oleh Komnas HAM kepada Pemerintah RI terkait pelarangan cantrang tersebut.
Namun Komisioner Komnas HAM lainnya, Natalius Pigai, mengatakan siaran pers tersebut merupakan pernyataan dari Maneger. "Iya benar Pak Maneger (yang mengatakannya)," kata dia.
Dihubungi terpisah, anggota Komnas HAM Nur Kholis mengatakan tak tahu menahu mengenai siaran pers yang tersebar luas itu. "Belum saya cek," kata dia saat dihubungi Tempo. "Saya belum ketemu dengan yang bersangkutan."
Maneger membenarkan pernyataannya terkait rekomendasi kepada Pemerintah RI dalam siaran pers itu. "Itu petikan dari rekomendasi sub komisi pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM," kata Maneger.
Maneger menjelaskan, sebelumnya Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM yang dibawahinya telah mengirim surat tentang rekomendasi tersebut kepada KKP.
Maneger dalam siaran persnya tersebut menyebutkan tiga rekomendasi kepada Pemerintah RI. Dia meminta Pemerintah RI untuk membentuk Tim Independen kajian dampak lingkungan cantrang, membuka forum dialog dengan masyarakat terdampak, serta melakukan pemenuhan hak-hak bagi masyarakat terdampak.
Maneger juga menjelaskan pelanggaran HAM oleh KKP tersebut terungkap setelah dilakukan penyelidikan atas pelaporan oleh Front Nelayan Indonesia (FNI) dan sejumlah nelayan lainnya pada 25 April 2017. Atas dugaan pelanggaran itu, Komnas HAM mendesak Pemerintah RI berdasarkan Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Menanggapi beredarnya siaran pers tersebut, Asisten Pribadi Menteri KKP Susi Pudjiastuti, Fika Fawzi, mengatakan pihaknya akan menggelar jumpa pers guna menjawab isu tersebut pada Kamis depan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan sebelumnya mengeluarkan pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang dalam Peraturan Menteri No. 2/PERMEN-KP/2015. Cantrang dianggap masuk ke dalam kategori alat tangkap tak ramah lingkungan. Presiden Joko Widodo akan memberlakukan peraturan ini pada awal Januari 2018 mendatang.
Peraturan itu menimbulkan protes dari kalangan nelayan. Sebab, KKP belum membagikan alat tangkap ikan pengganti secara optimal, meskipun sudah hampir dua tahun sejak peraturan tersebut dikeluarkan.
Sebelumnya, Menteri Susi Pudjiastuti meminta pihak-pihak tertentu tidak mempolitisasi kebijakan pemerintah terkait dengan pelarangan penggunaan cantrang oleh nelayan untuk menangkap ikan.
Menurut Susi, pelarangan penggunaan cantrang, yang akan berlaku efektif pada akhir 2017, tersebut memiliki tujuan baik, yakni memulihkan jumlah ikan di laut agar tetap ada dan banyak, bukannya melarang nelayan menangkap ikan.
"Kalian coba ikuti, hancurnya karang Raja Ampat karena kapal Caledonia menghantam karang. Tapi ada enggak berita di Komodo, Wakatobi tentang rusaknua karang akibat cantrang," tutur Susi dalam konferensi pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kamis, 4 Mei 2017.
Susi mengimbau media menjadi mediator yang bijak dan edukatif, bukannya memperalat. Sebab, penghentian penggunaan alat penangkap ikan tradisional itu memiliki tujuan mulia untuk masa depan bangsa. "Jangan karena politisasi, kebijakan itu tak bisa dilaksanakan. Saya berharap di 2017 ini yang terakhir," ujarnya.
Dia juga menceritakan ketegasan Presiden Joko Widodo yang menganggap obrolan cantrang tiada hentinya dipermasalahkan. Susi menegaskan agar persoalan cantrang tak lagi dibawa ke ranah politik untuk kepentingan sesaat pihak tertentu.
"Kalau enggak suka Menteri Susi, ya kirim surat resmi, jangan pakai isu cantrang. Kita ini sudah gaduh terus dari angkatan 212, 313-lah. Kerja, kerja, kerja. Setop berwacana, setop adu domba," ucap Susi.