Bappenas: RI Harus Tumbuh 6 Persen untuk Keluar dari Jebakan Middle Income Trap
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 29 April 2021 16:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional /Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas Suharo Monoarfa mengatakan Indonesia harus mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen pada 2022 agar bisa terlepas dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.
Menurut Suharso, upaya tersebut harus dibarengi dengan transformasi ekonomi di pelbagai lini. “Tanpa transformasi ekonomi, pada 2045 kita belum bisa graduasi dari middle income trap,” ujar Suharso dalam rapat koordinasi pembangunan pusat 2021 yang ditayangkan secara virtual, Jumat, 29 April 2021.
Indonesia sedianya mematok target untuk bisa terlepas dari jebakan middle income trap pada 2036. Dengan begitu pada 2045, Indonesia sudah bisa beranjak dari negara berkembang menjadi negara maju sembari menikmati bonus demografi.
Namun rencana ini diperkirakan meleset karena pandemi Covid-19. Krisis akibat wabah telah membuat banyak sektor terimbas, khususnya sektor-sektor yang bergerak di bidang transportasi, logistik, pergudangan, manufaktur, dan jasa sehingga pertumbuhan ekonomi pada 2020 melambat.
“Kondisi ini berdampak pada kinerja pembangunan dan mengganggu upaya kita keluar middle income trap,” ujar Suharso.
Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, Suharso menerangkan pemerintah perlu menyesuaikan kerangka ekonomi makro dan melakukan berbagai adaptasi. Ia meyakini 2022 merupakan kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah krisis pandemi.
Jika Indonesia tidak bisa tumbuh mengejar pertumbuhan 6 persen atau dengan asumsi hanya 5 persen, negara belum akan lulus dari middle income trap bahkan sampai 2050. Indonesia pun akan dilompati negara lain di Asia Tenggara, seperti Filipina, yang menargetkan menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2027 dan Vietnam pada 2043.
Suharso Monoarfa mengkhawatirkan Indonesia pun akan menjadi negara dengan daya saing terendah di Asia. “Total factor productivity atau TFP dikhawatirkan paling rendah,” katanya.
Baca Juga: Indonesia Naik Kelas, Ekonom Ini Sebut Jangan Bangga Dulu Sebab..