Buruh Tolak Omnibus Law, Kepala BKPM: Pasti Ada Solusi
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rahma Tri
Senin, 17 Februari 2020 16:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menilai penolakan kelompok buruh terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja merupakan bagian dari dinamika publik. Menurut dia, pemerintah pasti akan memberi kesempatan kepada publik dan buruh untuk memberi masukan terhadap RUU Cipta Kerja ini.
“Pasti ada solusi,” kata Bahlil saat ditemui usai acara Indonesia Economic and Investment Outlook 2020 di Kantor BKPM, Jakarta, Senin, 17 Februari 2020.
Selain itu, Bahlil juga mengingatkan bahwa investasi membutuhkan lapangan kerja, begitu pula sebaliknya. “Tenaga kerja butuh investasi, keduanya tidak bisa dipisahkan, tinggal dicari titik temu untuk mencari kebaikan,” kata dia.
Sejak 12 Februari 2020, pemerintah telah menyerahkan draf RUU Cipta Kerja ke DPR. Bersamaan dengan itu, serikat buruh menolak sejumlah pasal dalam beleid ini. Bahkan, serikat buruh pun menolak terlibat dalam tim pembahas Omnibus Law yang dibentuk pemerintah.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal pun menyatakan kegeramannya pada draf RUU ini. Dalam konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta Pusat, Ahad kemarin, Iqbal sampai menyebut para perancang RUU ini tidak memiliki otak.
Sebab, Iqbal menilai tidak ada job security atau kepastian kerja dalam RUU Cipta Kerja ini. Salah satunya karena RUU ini membuat praktik kerja outsourcing bisa dilakukan secara bebas tanpa batas waktu. Agen penyalur tenaga alih daya pun diberi ruang resmi oleh pemerintah. "Enggak ada otaknya itu, pemerintah dan pengusaha, kamu boleh kutip itu,” kata Iqbal.
Selain itu, kata Iqbal, RUU Cipta Kerja juga membuat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan menjadi lebih mudah. Bukan hanya itu, penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) unskilled labor pun dipermudah. Inilah tiga alasan Iqbal menilai tidak ada job security dalam Omnibus Law ini.