Usai Dilantik, Jokowi Diminta Selesaikan Defisit BPJS Kesehatan
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Martha Warta Silaban
Minggu, 20 Oktober 2019 11:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyebut presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo - Ma'ruf Amin, sudah ditunggu oleh pekerjaan rumah, salah satunya soal Jaminan Kesehatan Nasional alias Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Jokowi - Ma'ruf akan dilantik menjadi presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 pada siang hari ini di Kompleks Parlemen, Jakarta.
"Program JKN masih menyisahkan banyak masalah, dan itu memang akan menjadi pekerjaan rumah bagi Presiden, termasuk Wapres dan kabinetnya, yang harus diselesaikan di periode keduanya," ujar Timboel dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Ahad, 20 Oktober 2019.
Ia mengatakan defisit pembiayaan JKN di era Pak Jokowi pertama menjadi isu utama yang setiap tahun terjadi. Persoalan sama, tutur dia, berpotensi terjadi lagi pada periode kedua nanti. "Akibat defisit ini ada beberapa regulasi dibuat yang menghambat akses peserta pada penjaminan JKN," tutur Timboel.
Misalnya saja, dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang tidak dijamin oleh program JKN lagi. Belum lagi, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang Formularium Nasional mengeluarkan dua obat kanker usus besar per 1 Maret 2019 yaitu obat Bevacizumab dan Cetuximab.
"Akibatnya, pasien kanker usus besar harus merogoh kantung sendiri untuk membiayai dua obat yang mahal tersebut. Nyawa pasien kanker dipertaruhkan," ujar Timboel.<!--more-->
Sepanjang periode pertama, kata Timboel, pembantu presiden kerap mengadakan rapat untuk membicarakan defisit. Namun, hingga saat ini solusi sistemik soal persoalan itu masih belum juga diperoleh. Padahal, defisit itu sudah terhitung besar dan menyebabkan tunggakan BPJS Kesehatan kepada Rumah Sakit terus menumpuk.
Tunggakan itu, tutur dia, berujung kepada terganggunya arus kas operasional rumah sakit. Bukan hanya rumah sakit yang terkena dampak negatif, tapi juga pasien, perusahan obat, hingga perusahaan alat kesehatan.
"Denda satu persen yang harus dibayarkan BPJS Kesehatan kepada RS akibat keterlambatan bayar, yang nilainya sudah mencapai ratusan miliar, tentunya juga akan menambah beban defisit JKN," kata Timboel. "Inefisiensi pembiayaan akibat denda dibiarkan terus terjadi sehingga merugikan APBN."
Karena itu, Timboel meminta Jokowi mengambil alih persoalan ini pada periode kedua pemerintahannya. Sehingga, berbagai solusi yang direncanakan bisa dieksekusi dan tidak hanya menjadi wacana.
Selepas pelantikan, ia juga berharap Jokowi segera memberi bantuan kepada BPJS Kesehatan untuk melunasi utangnya kepada rumah sakit dan mengevaluasi kinerja para pembantunya dalam menyelesaikan masalah defisit JKN ini. "Termasuk mengevaluasi beberapa regulasi seperti di atas yang memang menghambat akses peserta atas penjaminan JKN," kata Timboel.