Rupiah Masih Loyo, Sri Mulyani: Kebijakan Dievaluasi Pekan Ini
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 4 Oktober 2018 12:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah terus mengantisipasi terpuruknya nilai tukar rupiah yang beberapa hari ini sudah di atas Rp 15 ribu per dolar AS. Ia menjelaskan pemerintah bersama Bank Indonesia sudah melakukan berbagai kebijakan guna menanggulangi hal ini.
Baca: Sri Mulyani: Membangun dengan Kerja Keras, Bukan dengan Utang
Bank Indonesia, kata Sri Mulyani, sudah melakukan beragam hal, salah satunya dengan menaikkan suku bunga untuk menciptakan perubahan. Di sisi lain, pemerintah melaksanakan dan terus memantau sejumlah kebijakan yang telah diputuskan sebelumnya.
Salah satu kebijakan yang pemerintah keluarkan adalah dengan menaikkan pajak bagi 1.147 komoditas impor. Pemerintah meyakini impor seribu lebih barang-barang ini membebani rupiah padahal sudah ada substitusinya di dalam negeri.
"Itu nanti akan kami lihat laporannya setiap minggu dan posisi terakhir sudah menunjukkan penurunan namun kami akan lihat Oktober minggu pertama ini," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 4 Oktober 2018.
Pemerintah, kata Sri Mulyani, juga berharap kebijakan perluasan mandatori biodiesel B20 segera menunjukkan hasilnya. Selama ini bahan bakar minyak merupakan komponen impor terbesar dan pemerintah mencoba menguranginya lewat kebijakan tersebut. "Kami akan lihat karena akhir September terjadi kenaikan dan kami akan lihat," ujarnya.
Selain itu, rentetan bencana alam yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia turut mempengaruhi pelemahan rupiah. "Bencana seperti ini akan ada kebutuhan dan kami akan melihat apa yang sifatnya temporer dan sifatnya tren atau kecenderungan," tutur Sri Mulyani.
Baca: Pulihkan Ekonomi di Palu, Sri Mulyani: Kredit Perbankan Bisa Dihapus
Namun, kata Sri Mulyani, bencana alam tidak signifikan mempengaruhi pelemahan rupiah. Pelemahan hari ini justru didominasi oleh faktor eksternal. "Kemarin ada Italia yang defisitnya besar. Sekarang Italia komitmen menurunkan defisit APBN, lalu ada sentimen yang lain. Mayoritas ini masalah eksternal."