Keramik-keramik tersebut diduga masuk secara ilegal lantaran harganya yang terlampau murah yaitu Rp 65 ribu per meter persegi. Ini di bawah harga keramik poles produksi lokal yang mencapai Rp 100 ribu per meter persegi. Idealnya setelah dikenai berbagai biaya dan pajak, harga keramik Cina paling murah Rp 85 ribu per meter persegi.
Pajak yang seharusnya dikenakan terhadap produk keramik impor di antaranya Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 persen, Pajak Penghasilan 2,5 persen, dan bea masuk 20 persen.
Kapasitas produksi keramik poles nasional saat ini sekitar 30 juta meter persegi. Sedangkan produksi keramik glasur mencapai 273 juta meter persegi. Impor keramik dari Cina sebatas jenis poles, sehingga tak mengganggu pasar keramik jenis yang lain. Saat ini terdapat enam produsen keramik nasional, yaitu PT Intikeramik Alamasri Industri, Indogress, Niro Granite Indonesia, PT Garuda Keramik, PT Granito Guna, dan PT Kobin Keramik Industri.
Menurut Achmad, asosiasi telah mengirim surat kepada Direktur Jenderal Bea Cukai Thomas Sugijata, yang meminta Bea-Cukai mengambil tindakan dalam waktu satu minggu. "Satu minggu setelah kirim surat, harus ada action," katanya. Achmad meminta agar pemerintah mengadakan audiensi dengan produsen untuk menilai profil harga keramik impor tersebut. Produsen juga berencana membentuk tim untuk melacak asal keramik yang diduga ilegal, mengingat volumenya sudah di atas produksi lokal.
KARTIKA CANDRA