TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) berhasil membukukan laba bersih Rp 20,6 triliun atau naik 14 persen secara tahunan (YoY). Analis PT Mandiri Sekuritas, Tjandra Lienandjaja, mengatakan nilai tersebut berporsi 103 persen dari prediksi setahun penuh konsensus para analis dan 107 persen dari prediksi Mandiri Sekuritas. Artinya, laba bersih yang dibukukan BCA melampaui ekspektasi.
“Kinerja itu mencerminkan laba bersih Rp 5,5 triliun pada kuartal IV 2016 atau naik 18 persen secara tahunan (YoY) dan turun 1 persen secara per kuartal (QoQ),” ujarnya dalam riset yang dipublikasi, Selasa, 14 Maret 2017.
Baca: Bisnis Payroll, Bank Mandiri Kembangkan Konsep Banking at Work
Menurut Tjandra, meskipun beban pencadangan naik, pertumbuhan kredit yang kuat dan berulang pada kuartal lalu dan penurunan pinjaman tidak lancar (NPL) perseroan membantu mendukung laba bersih pada kuartal IV 2016. Laba operasional sebelum pencadangan (PPOP) naik 16 persen secara tahunan menjadi Rp 30,4 triliun pada 2016.
Dalam analyst meeting pada Senin, 13 Maret 2017, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengumumkan perseroan membukukan laba bersih Rp 20,6 triliun sepanjang 2016. Kenaikan laba bersih 14,4 persen secara tahunan itu didorong kenaikan pendapatan bunga bersih 12 persen. Kenaikan pendapatan bunga bersih BCA sepanjang 2016 ini melebihi kenaikan beban operasional 7,7 persen.
Jahja mengatakan kinerja BCA sepanjang 2016 salah satunya didorong langkah efisiensi operasional yang dilakukan. "Pada 2017 diperkirakan kinerja BCA akan lebih baik didorong kebijakan pemerintah dan keberhasilan program infrastruktur dan pengampunan pajak," ujarnya.
Baca: Laba Bersih CIMB Niaga Syariah Melonjak 165,5 Persen
Sepanjang 2016, BCA mencatat realisasi penyaluran kredit Rp 415,89 triliun atau naik 7,3 persen. Kenaikan kredit ini utamanya disumbangkan dua sektor, yaitu korporasi dan konsumer. Untuk kredit korporasi sepanjang 2016 mengalami kenaikan 9,6 persen menjadi Rp 154 triliun, yang ditopang tiga segmen, yaitu kredit modal kerja, investasi, dan sindikasi. Sedangkan kredit konsumer naik 9 persen menjadi Rp 109,6 triliun ditopang pertumbuhan kredit kepemilikan rumah 7,6 persen dan kredit kendaraan bermotor naik 10,1 persen.
Tjandra menambahkan, pihaknya tetap merekomendasikan netral untuk saham BBCA dengan target harga Rp 15.150. Saham BCA saat ini ditransaksikan di pasar pada valuasi rasio harga saham per nilai buku (P/BV) 2017 sebesar 3,2x dan P/BV 2018 sebesar 2,8x.
Analis Senior PT Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, mengatakan peningkatan kinerja BCA ditopang dengan makin agresifnya perusahaan dalam menyalurkan kredit dengan memanfaatkan pasar, terutama 14 juta lebih nasabah yang terdaftar sebagai deposan. Penyaluran kredit korporasi membuat BBCA mampu meningkatkan jumlah pendapatannya sehingga berimbas pada pendapatan bunga yang diraih.
Baca: Jelang Pertemuan The Fed, Waspadai Potensi Pelemahan Rupiah
“Tentu hal ini diikuti prinsip kehati-hatian, proses cermat dalam pemberian kredit, serta tingkat kolektabilitas yang memadai,” ucapnya.
Menurut Reza, peningkatan NPL BCA terlihat konservatif karena hanya naik tipis meski hal ini perlu diperhatikan untuk menjaganya agar tetap rendah. Selain itu ditopang besarnya pencadangan kredit yang disiapkan sehingga tidak mengganggu kualitas kredit yang dimilikinya. “Kami memandang positif pertumbuhan kinerja BBCA di tengah persaingan yang cukup ketat di tengah masih moderatnya tingkat likuiditas,” ujarnya.
Reza merekomendasi saham BBCA dengan status overweight, dengan target harga Rp 16.300 per saham, dan estimasi valuasi rasio harga saham per nilai buku (p/BV) 3,68x.
Analis Teknikal Mandiri Sekuritas, Hadiyansyah, menilai tren harga saham BBCA sedang flat (sideways) dengan rentang pergerakan support dan resisten jangka pendek pada Rp 15.400-15.700 per saham.
ABDUL MALIK