TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan diperlukan adanya kejelasan antara regulasi dan tata cara (guidelines) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Transaksi dengan Para Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa. “Ada tumpang tindih karena selama ini PER-32/2011 sebagai guidelines belum dicabut,” ujarnya kepada Tempo, Ahad, 12 Februari 2017.
PMK 213 mengatur transaksi dengan para pihak yang memiliki hubungan istimewa terkait dengan transfer harga atau transfer pricing. Dia mencontohkan batas transaksi minimum (threshold). “Dalam PMK, tidak secara tegas mengatakan mencabut peraturan Dirjen Pajak atau ketentuan yang bertentangan,” kata Yustinus.
Baca: Aturan Baru Menkeu Dinilai Efektif Tekan Penghindaran Pajak
Hal lain yang harus dikritik dari peraturan itu adalah cakupan (coverage) transaksi domestik. PMK 213 tidak menegaskan transaksi untuk lintas batas (cross border). Dengan demikian, naiknya biaya yang dibebankan kepada wajib pajak (compliance cost) perlu diantisipasi.
Begitu juga dengan ketersediaan data pembanding jika mencakup seluruh transaksi domestik yang melewati threshold. “Ini akan berpengaruh pada level of compliance dan burden of administration,” kata Yustinus.
Dia menjelaskan, berdasarkan ketentuan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), pemerintah harus menyediakan data pembanding. “Kalau tidak ada, bagaimana nanti penalti mau dikenakan, apakah fair?” ujarnya.
Baca: Pajak Progresif, REI Tunggu Kriteria Tanah Menganggur
Selain itu, jangka waktu empat bulan setelah berakhirnya tahun buku dinilai Yustinus agak berat. Laporan keuangan perusahaan biasanya belum selesai diaudit. Belum tersedianya data pembanding ini akan menyulitkan wajib pajak (WP). Hal lain yang perlu dicermati adalah transaksi afiliasi ke negara lain dengan tarif pajak rendah (lower tax rate). Sebab, tidak semua negara lower tax rate havens. “Sebaiknya ada penjelasan tambahan,” katanya.
Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Pajak John Hutagaol mengatakan peraturan tentang transfer pricing baru ini bertujuan mendorong keterbukaan informasi dari para wajib pajak. Selama ini otoritas pajak tidak memiliki informasi rinci dari transaksi dengan pihak afiliasi. “Mereka (wajib pajak) yang mengetahui detail secara rinci substansi nature dari transaksi itu, otoritas pajak enggak punya informasi tentang itu,” kata John.
ALI NUR YASIN | GHOIDA RAHMAH