TEMPO.CO, Jakarta - Aturan baru yang diterbitkan pemerintah mengenai dokumentasi transfer pricing yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 pada akhir tahun lalu dinilai akan cukup efektif dalam menekan penghindaran pajak.
“Untuk penghindaran pajak internasional saya yakin akan berdampak positif,” kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo ketika dihubungi Tempo, hari ini, Ahad, 12 Februari 2017.
Baca: Pengamat: Beleid Baru Transfer Pricing Picu Tumpang Tindih
Yustinus menerangkan, pemerintah mesti memperhatikan beberapa hal agar pelaksanaan aturan itu berjalan efektif. Pertama. dia melanjutkan, membuat penegasan atau penjelasan tambahan baik dengan merevisi PMK atau menyusun PMK baru.
Kedua, menegaskan status PER-32 sebagai tata cara atau guidelines. Sebab menurut Yustinus diperlukan adanya kejelasan antara regulasi dan tata cara pelaksanaannya. “Statusnya harus ditegaskan, apakah akan diubah atau disempurnakan,” ucap dia.
Lihat: Perbedaan Beleid Baru Transfer Pricing dengan Aturan Lama
Selanjutnya adalah mensosialisasikan peraturan ini demi kejelasan dan kepastian hukum dalam pelaksanaannya. Sedangkan yang terakhir adalah melanjutkan program benchmarking untuk mendukung kewajaran penentuan harga transfer dan mempermudah penghitungan. “Khususnya dalam sektor yang sama, skala omzet yang sebanding, dan di wilayah yang sama.”
Simak pula:
Ernst & Young Indonesia Didenda di AS, Ini Tanggapan Indosat
Mitra Ernst & Young Indonesia Didenda Rp 13 Miliar di AS
Rabu, 15 Februari, Satelit PT Telkom Tercanggih Diluncurkan
Menurut Yustinus, hal lain yang harus dikritisi dari peraturan itu adalah tentang cakupan transaksi domestik sebab pasal-pasal dalam aturan baru tidak menegaskan untuk cross border. Itu sebabnya, naiknya cost of compliance perlu diantisipasi, termasuk ketersediaan data pembanding jika mencakup seluruh transaksi domestik yang melewati threshold. “Ini akan berpengaruh pada level of compliance dan burden of administration,” ujar Yustinus.
Adapun asumsi transfer pricing adalah ketersediaan data keuangan pembanding. Maka Yustinus berpendapat, berdasarkan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), pemerintah harus menyediakan data tersebut.
“Kalau tidak ada, bagaimana nanti penalti mau dikenakan, apakah fair? Jangan sampai skema penalti tidak applicable di lapangan dan memperbesar potensi dispute yang costly,” kata Yustinus.
GHOIDA RAHMAH