SWA.CO.ID, Jakarta - Perusahaan minyak dan gas di Indonesia sepanjang Januari-September 2015 rata-rata telah menurunkan anggaran pengelolaan sumber daya manusia 20-30 persen sejak tahun lalu. Langkah tersebut diambil menyusul terus menurunnya harga minyak mentah (crude oil) di pasar internasional sejak awal 2015.
Ketua Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) Ivan Taufiza mengatakan, anggaran yang dipangkas diantaranya alokasi untuk pegawai kontrak dan outsourcing. Namun hal ini tidak berlaku untuk karyawan tetap karena ada instruksi dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja dalam kondisi sesulit apapun.
Pengurangan karyawan tetap di perusahaan migas juga terlalu rumit karena harus disetujui SKK Migas. “Tapi tidak sampai ada PHK. Jika susah, langsung potong karyawan, pelayan saja bisa,” kata dia.
Ivan mengatakan, keputusan pemangkasan anggaran SDM oleh perusahaan migas di Indonesia sebenarnya bukan karena kondisi pasar Indonesia yang memburuk sehingga merugi, melainkan karena kondisi global dan kantor mereka di negara lain.
“Di sini mereka belum tentu merugi, lho. Kalau untuk pengurangan karyawan, mayoritas yang berani melakukan ini adalah perusahaan migas asing seperti BP dan Exxon. Tapi, semua sifatnya voluntary bagi karyawan,” ujar Ivan.
Pemangkasan anggaran SDM juga termasuk memotong benefit bagi para eksekutif dan direksi. Misalnya, yang semula para eksekutif menggunakan pesawat kelas bisnis menjadi ekonomi. Sebenarnya tidak besar nilainya karena yang menerima benefit hanya level VP ke atas.
“Namun ini bisa dimanfaatkan sebagai bagian perubahan perilaku SDM agar lebih sensitif terhadap harga, biaya, dan rate. Bagaimanapun biaya komponen SDM itu mencapai 30% dari total biaya operasional perusahaan migas,” kata Ivan.
Saat ini, sekitar 90 persen perusahaan migas di Indonesia juga kebanyakan sulit melakukan freeze hiring karena diturunkannya anggaran SDM tersebut. Sekitar 90 persen perusahaan migas juga tidak menaikan gaji karyawannya.
“Banyak karyawan tidak percaya langkah ini dilakukan perusahaan karena harga minyak sedang turun. Karyawan tidak setuju, karena penurunan harga minyak tidak kali ini saja. Tapi manajemen berpikir lain, penurunan kali ini sudah masuk kategori tsunami,” ujar dia.
Menurut Ivan, pada Desember tahun lalu harga minyak sebenarnya masih bagus. Artinya, apabila perusahaan langsung melakukan lay off memang tidaklah bijak. Jangan sampai pesan yang diterima karyawan adalah sudah bekerja puluhan tahun namun ketika bisnis turun sedikit langsung di-PHK. Saat ini juga tidak semua perusahaan migas mengalami suffer. “Yang paling terdampak itu perusahaan minyak, kalau untuk gas sebenarnya relatif stabil karena sifat kontraknya jangka panjang,” katanya.
Kondisi yang terjadi pada perusahaan migas tersebut juga dialami perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan mineral dan batu bara. Namun, tidak semua perusahaan pertambangan mengalami suffer.
Perusahaan yang menggeluti bisnis pertambangan emas seperti GE Resources malah making money, bahkan masih merekrut SDM dan mengakuisisi perusahaan sejenis di Malaysia. Pun demikian dengan tambang nikel. Untuk perusahaan batubara dengan grade tinggi seperti KPC juga masih memiliki banyak uang. “Yang sudah gulung tikar itu perusahaan batu bara yang main di grade rendah, sudah tutup semua,” kata Ivan.