TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengusulkan agar batasan pengenaan bea masuk untuk barang bawaan dari luar negeri dinaikan 10 kali l;pat, menjadi 2.500 dolar AS per individu dan 10.000 dolar AS per keluarga.
Yustinus menilai batasan nilai pabean yang berlaku saat ini yaitu 250 dolar AS per individu dan 1000 dolar AS per keluarga terlalu rendah.Yustinus menilai sudah saatnya batasan nilai pabean tersebut ditinjau kembali.
“Sudah saatnya ditinjau kembali seiring dengan inflasi, tingkat pendapatan dan penyesuaian daya beli masyarakat,” kata dia kepada Tempo, Minggu, 17 September 2017.
Simak: Viral, Video Penumpang Pesawat Bertas Mahal Ditagih Bea Masuk
Yustinus mengatakan, dengan menaikan batas pabean barang dari luar negeri akan mendorong konsumsi masyarakat. “Untuk mendorong konsumsi baiknya ambang batas masuknya disesuaikan. Karena batasnya sudah tidak masuk akal sebenarnya dengan kondisi sekarang,” kata dia.
Yustinus mengatakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188 Tahun 2010 mengenai impor barang yang dibawa oleh penumpang memang sudah lama ada, namun kurang sosialisasi. “Mungkin penegakan hukum juga kemarin tidak menjadi fokus,” kata dia.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi juga mengatakan aturan itu sudah ada sejak lama. Bahkan, menurut dia, telah dilakukan sosialisasi untuk mengenalkan PMK nomor 188 tahun 2010 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh penumpang itu.
“Sudah ada talkshow di radio, acara televisi, penjelasan melalui media sosial, hingga aplikasi di Android mengenai cara menghitung bea masuk untuk barang penumpang,” ujar Heru.
Sebelumnya, sempat viral sedikitnya dua video dan berita acara mengenai penarikan bea masuk penumpang yang membawa tas bermerek dengan harga di atas 250 dolar AS oleh petugas Ditjen Bea Cukai.
Dalam salah satu video, tampak petugas bea cukai Bandara Soekarno-Hatta memeriksa dua orang penumpang warga negara Indonesia yang datang dari Singapura. Mereka membawa sebuah tas bermerek yang masih terbungkus rapi.
Saat diperiksa, petugas mendapati bahwa harga tas tersebut lebih tinggi dari batas maksimum harga barang yang bebas dari bea masuk. Petugas lantas mengenakan bea masuk pada penumpang tersebut.
Penumpang itu lantas berargumen pada petugas mempertanyakan aturan pengenaan bea masuk tersebut. Dia berujar sebelumnya tidak pernah dikenakan biaya masuk untuk barang yang dibawanya.
Pasalnya, menurut penumpang tersebut, tas itu akan digunakannya sendiri dan bukan untuk dijual kembali, sehingga semestinya tidak dikenakan bea masuk. "Kalau beli banyak, mungkin oke. Kalau satu masa kena bea juga?" kata dia.
Penumpang itu kemudian diarahkan untuk bertemu petugas Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) untuk diperlihatkan soal aturan dan dihitung besar biaya masuk barang yang harus disetorkannya.
Saat bertemu petugas PDTT, sang penumpang ditagih biaya masuk dan pajak dengan total sebesar Rp 5,4 juta dengan rincian 15 persen bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen, dan Pajak Penghasilan (Pph) sebesar 10 persen. Pada mulanya, dia keberatan dan sempat menawar agar biaya yang perlu dibayar bisa lebih murah. Namun akhirnya dia bersedia membayarnya.
ROSSENO AJI NUGROHO | CAESAR AKBAR | ALFAN HILMI