TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Besi dan Baja Indonesia atau The Indonesian Iron and Steel Association (IISIA) memproyeksi pertumbuhan produksi baja akan membaik seiring dengan adanya kebijakan pemerintah tentang pengetatan impor baja dan penambahan pabrik baja baru.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya, mencatat pertumbuhan produksi paling tinggi di antara jenis industri lainnya, yakni sebesar 10,86 persen pada kuartal II tahun 2017.
Hidayat Triseputro, Direktur Eksekutif IISIA, mengatakan secara umum, kondisi industri baja Tanah Air mulai membaik karena disebabkan oleh beberapa faktor.
“Faktor luar negeri itu harga baja [di Cina] sudah naik signifikan. Faktor di dalam negeri, regulasi dan kebijakan pemerintah terkait pengetatan impor baja itu ada efeknya,” ujar Hidayat pada Selasa, 1 Agustus 2017.
Baca: Kelangkaan Garam Pukul Industri Es Puter
Hidayat menilai faktor-faktor tersebut membuat para konsumen baja mulai beralih ke produksi dalam negeri. Kalaupun terjadi penurunan harga baja kembali di Cina, dia memproyeksikan aliran baja impor tidak akan sebesar sebelumnya karena adanya regulasi dan kebijakan pemerintah tersebut.
“Pertumbuhan akhir tahun akan lebih baik dibandingkan 2016. Konsumsi baja juga akan naik dari 12,6 juta ton ke angka 13,6 juta ton per tahun,” katanya.
Adanya pabrik baja baru, seperti PT Krakatau Osaka Steel (KOS) yang baru saja diresmikan juga diperkirakan akan meningkatkan produksi dan pasokan baja dalam negeri. KOS memproduksi baja tulangan, baja profil (siku dan kaki), baja C (channel) dan flat bar dengan kapasitas 500 ribu ton per tahun. Produk yang dihasilkan tersebut dijual untuk memenuhi pasar dalam negeri.