TEMPO.CO, Jakarta -Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo menjelaskan alasan pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat terjadi beberapa hari terakhir. Menurut Agus, salah satunya disebabkan oleh aliran dana modal asing yang keluar dari Indonesia atau capital outflow.
Nilai tukar rupiah diketahui sempat menembus Rp 13.400 per dolar AS. Menurut Agus hal itu disebabkan oleh adanya sentimen dari eksternal. Pelemahan kurs rupiah juga terjadi pada sejumlah mata uang negara lain. "Kami melihat Fed Fund Rate masih mungkin naik, lalu statement bahwa neracanya The Fed akan diturunkan semakin tajam," ujarnya, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 10 Juli 2017.
Baca Juga:
Agus menuturkan pelemahan rupiah juga disebabkan adanya kemungkinan kenaikan suku bunga AS itu membuat investor bersiap untuk mulai menarik dananya yang berada di pasar negara berkembang. "Negara-negara yang banyak terima capital inflow udah mulai ada tekanan capital outflow, jadi ini bisa membuat nilai tukar melemah," katanya.
Menurut Agus, rata-rata nilai tukar rupiah dari Januari hingga Juli 2017 rata-rata berada di level 13.330 per dolar AS. "Makanya kalau 13.400 itu rata-rata sepanjang tahun 2017 adalah cerminan nilai tukar kita, bukan hanya soal inflasi tapi kondisi capital inflow dan capital outflow," ucapnya.
Baca:
Vonis Ahok Pengaruhi Politik Domestik, Rupiah Berpotensi Melemah
Imbauan Analis: Cermati Sentimen Negatif Rupiah Hari Ini
Bank Indonesia (BI) mencatat capital inflow hingga 6 Juli 2017 sebesar Rp 117 triliun (year to date). Angka itu kata Agus meningkat dibandingkan posisi keseluruhan tahun lalu Rp 126 triliun.
"Jadi kami juga melihat ada sedikit capital outflow di awal Juli karena ada Surat Berharga Negara (SBN) yang dijual sekitar Rp 9 triliun dan dari pasar modal keluar Rp 2 triliun," ujarnya.
Agus pun membantah jika capital outflow yang terjadi disebabkan oleh kondisi internal Indonesia, di mana salah satunya adalah rencana perubahan defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 yang diprediksi melebar hingga 2,9 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Kalau pemerintah bilang defisit bisa ke 2,9 persen, tapi akan dijaga dengan self blocking dan semua convince tentang itu," ucapnya.
GHOIDA RAHMAH