TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah berpotensi melemah pasca-tekanan politik, khususnya pasca-vonis 2 tahun penjara dan penahanan Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kondisi ini dianggap meningkatkan ketidakpastian politik domestik, terutama terkait dengan kasus penistaan agama.
Kurs rupiah pada perdagangan Selasa kemarin ditutup di level 13.317. "Tapi, dengan level cadangan devisa yang tinggi, depresiasi rupiah yang berlebih akan mampu dicegah," ujar analis Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, dalam keterangan tertulis, Rabu, 10 Mei 2017.
Baca: The Fed Naikkan Suku Bunga Rupiah Diprediksi Menguat
Rangga menuturkan harga komoditas global yang terkoreksi juga menekan rupiah, sedangkan yield surat utang negara (SUN) terus naik. Rupiah terbawa arus penguatan dolar Amerika Serikat sehingga melemah bersama kurs lain di Asia pada perdagangan Selasa kemarin.
Rangga mengatakan harga komoditas yang terus terkoreksi juga mulai meredupkan ekspektasi penambahan likuiditas dolar domestik dari jalur perdagangan. "Terlebih lagi naiknya harapan kenaikan Fed Fund Rate (suku bunga acuan Amerika) target
juga menghambat akumulasi obligasi oleh asing, sehingga yield SUN harus naik."
Baca: Kabar Terbaru Harga Emas Anjlok
Dolar Amerika dilaporkan terus menguat, sedangkan euro terus terkoreksi. Ekspektasi kenaikan FFR pada Juni mendatang juga perlahan mengemuka. Di sisi lain, Rangga berujar, koreksi harga komoditas masih terus meminta penguatan dolar Amerika.
Kenaikan yield US Treasury juga mengiringi, sehingga memicu aksi jual di pasar obligasi global.
"Kenaikan yield US Treasury tidak lagi diakibatkan oleh meredanya flight to safety merespons meredanya ketidakpastian politik global," kata Rangga. Adapun sentimen lain yang ditunggu pasar hari ini adalah rilis hasil inflasi Cina yang diprediksi naik tipis.
Baca: Ahok Divonis 2 Tahun Penjara, Ruhut: Ahok Orang yang Tegar
Rangga melanjutkan, yield SUN juga masih terus meningkat hingga Selasa sore bersamaan dengan pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta depresiasi rupiah. Proporsi kepemilikan asing dilaporkan mulai menurun, dan menurut Rangga, hal itu menandakan dominasi sentimen negatif.
"Dari domestik, ketidakpastian menjelang rilis peringkat utang S&P masih sangat tinggi sehingga membatasi optimisme," ujarnya. Rangga memperkirakan ruang penurunan yield sudah terbatas dengan suku bunga interbank yang relatif stabil. "Membaiknya realisasi pendapatan negara per April 2017, yang berpotensi mengurangi pasokan SUN ke depannya, menjadi satu-satunya berita positif dari domestik."
GHOIDA RAHMAH
Video Terkait:
Ahok Divonis 2 Tahun, Massa Pendukung Long March ke Rutan Cipinang
Jalan Panjang Vonis Ahok