TEMPO.CO, Jakarta - Tim investigasi yang dilakukan oleh tim media Jaring, Katadata, dan KBR menguak tabir praktik pencurian ikan di perairan Bitung, sebuah tempat strategis di ujung Sulawesi Utara, yang berbatasan langsung dengan negara Filipina. Tempat tersebut dikenal dengan kekayaan ikan melimpah, membuatnya menjadi surga para pencoleng ikan dari mancanega.
Baca: Curi Ikan, Kapal Asal Filipina Ditangkap Satgas
Filipina disebut-sebut sebagai salah satu negara yang terlibat dalam praktik ilegal fishing tersebut. Usai Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan moratorium terhadap eks-kapal asing di perairan Indonesia pada 2014 lalu, hal tersebut memunculkan modus operasi baru yang kian masif. Antara lain serbuan kapal-kapal kecil alias pump boat berukuran 10 gross ton, pembuatan KTP palsu untuk makhoda dan anak buah kapal (ABK) asal General Santos Filiphina, dan ditengarai sejumlah Unit Pengelolaan Ikan di Bitung juga ikut terlibat dalam beragam pelanggaran ini.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti, hasil yang disebutkan dalam investigasi merupakan realita, bahkan ada kemungkinan ada modus-modus lain yang berkembang namun belum terkuak. “Yang kami lakukan, moratorium adalah untuk tujuan analisa dan investigasi. Saya waktu itu belum menyadari bahwa sumber daya alam tersebut sudah diambil begitu parah,” tutur Susi Pudjiastuti saat memberikan keynote speech dalam diskusi publik Merawat Surga Perikanan Bitung di Mid Plaza, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Mei 2017.
Simak: TNI AL Tangkap Kapal Filipina Pencuri Ikan
Berdasarkan data KKP, pada 2015 terjadi penurunan produksi perikanan di perairan Bitung sebesar 65,3 persen dari 143 ribu ton pada 2014 menjadi 49 ribu ton pada 2015. Produksi ikan tersebut sekitar 63 persen adalah ikan cakalang, 19 persen ikan tuna sirip kuning, 8 persen ikan tongkol, 6 persen ikan layang, dan 4 persen jenis ikan lainnya.
Adapun berdasarkan data dari General Santos Fish Port Complex, produksi perikanan mereka justru mengalami kenaikan sebesar 12,3 persen dari 194 ribu ton pada 2014 menjadi 218 ribu ton pada 2015, yang didominasi oleh ikan cakalang sebesar 76 persen, 10 persen ikan tuna sirip kuning, dan 14 persen merupakan ikan jenis lainnya.
Pencurian ikan di Bitung dilakukan dengan berbagai modus. Dari hasil investigasi menunjukkan, salah satu tempat di General Santos, Tiongson Arcade, menyajikan berbagai hidangan laut. Seorang pemilik restoran mengaku, pasokan tuna itu berasal dari Bitung, dan ada pemasok yang rutin mengirimkan. “Kebanyakan berasal dari Indonesia, Thailand, Vietnam, bahkan Maladewa,” tuturnya.
Seorang pemain lama di sektor penangkapan ikan di Bitung bercerita, sebagian kapal eks-asing di sana sesungguhnya hanya berpindah tangan di atas kertas, namun pemilik aslinya merupakan pemilik modal asal Filipina, lokasi kapal itu dibuat. Adapun wakga negara Indonesia yang menjadi perpanjangan tangan pemodal di Filipina dikenal sebagai agen, yang tak hanya mendapatkan royalti per bulan, tetapi juga mendapatkan keuntungan dari biaya pengurusan izin dan persentase tertentu dari jumlah penangkapan ikan.
Ada juga modus pembuatan KTP palsu untuk nakhoda dan ABK asal Filipina yang menyusup menggunakan ratusan pump boat. Menurut catatan Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung, pada 2015 terdapat 34 perkara pidana perikanan menggunakan kapal berukuran di bawah 10 gross ton dan melibatkan nelayan asal Filiphina. Angka tersebut melonjak 45 perkara di 2016. Dengan hanya membayar Rp 500 ribu kepada seorang lurah di Kabupaten Minahasa Utara, salah seorang nakhoda dari kapal asing KM D’Von Junel Abadiyon mengaku memiliki KTP elektonik yang dikeluarkan oleh Dinas Catatan Sipil Kota Bitung, pada 11 Agustus 2016 dan berlaku seumur hidup.
“Modus mereka memang menyamar sebagai orang SAPI,” ujar salah seorang anggota satuan tugas 115 KKP yang khusus dibentuk untuk memerangi praktik perikanan ilegal. Orang SAPi merupakan warga keturunan Filipina yang telah menetap di Sangir, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Hingga pertengahan Januari 2017, tercatat sudah sebanyak 167 warga negara asing yang menempati detensi PSDKP Bitung, seorang di antaranya merupakan warga negara Vietnam, sedangkan sisanya merupakan warga negara asing.
DESTRIANITA