TEMPO.CO, Jakarta - PT PLN (Persero) dan pengelola kilang Tangguh, BP Berau, menyepakati harga gas untuk bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1. Selanjutnya, perjanjian jual-beli gas akan segera ditandatangani kedua pihak.
"Perjanjian jual-beli gas sudah deal. Tinggal menunggu waktunya saja untuk tanda tangan," ujar Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso, Rabu 3 Mei 2017.
Baca: Kontrak Jual Beli Gas Pembangkit Jawa 1 Ditunda
PLN dan BP menyepakati harga gas sebesar 11,2 persen dari indeks minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price) per million metric British thermal unit (MMBTU). Adapun biaya angkut disetujui sebesar 0,4 persen.
Iwan yakin harga itu merupakan yang termurah untuk ukuran gas alam cair (LNG). Dia membandingkan harga itu dengan PT Nusantara Regas yang membeli LNG untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap Muara Karang dan Muara Tawar sebesar 11,25 persen ICP per MMBTU plus biaya angkut 0,7 persen. Perhitungan harga mengacu pada regulasi anyar pengadaan gas yang dirilis Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, awal tahun lalu.
Baca: Pertamina Tagih PLN Kepastian Gas PLTGU Jawa 1
Kesepakatan gas itu diundurkan dari target sebelumnya, yaitu pertengahan Februari 2017. Rencananya, Kilang Tangguh bakal memasok gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) ke PLN sebanyak 20 kargo per tahun. Namun pasokan itu masih kurang untuk mengoperasikan pembangkit selama 25 tahun. Sebagai alternatif, PLN membuka opsi impor gas. "Nanti pasti ada mau impor. Kalau enggak, kami rugi."
Jika diteken, akad ini akan menjadi kerja sama kedua PLN dengan BP. Perjanjian pertama sudah diteken sejak April 2016, dengan kesepakatan pasokan 44 kargo LNG per tahun mulai 2020 hingga 2033.
Kepala Divisi Bahan Bakar Minyak dan Gas PLN Chairani Rachmatullah mengatakan alokasi gas Tangguh yang tersisa diberikan untuk pembangkit gas lainnya, seperti PLTGU Muara Karang yang berkapasitas 1.300 megawatt (MW), PLTGU Belawan 800 MW, dan PLTGU Priok dengan kapasitas total 2.000 MW. PLTGU Jawa 1 memiliki daya 1.760 MW.
Chairani mengingatkan, saat ini kontrak gas yang diteken PLN tidak hanya untuk satu proyek tertentu. PLN meneken perjanjian jual-beli listrik dengan pengembang pembangkit, PT Jawa Satu Power, pada akhir Januari lalu. Iwan mengatakan kontrak gas penting untuk memuluskan proses penyelesaian pendanaan (financial closing).
Direktur Utama PLN Sofyan Basir sebelumnya meminta pengembang menyelesaikan pendanaan pembangkit lebih cepat daripada target semula, yaitu setahun. Dia juga meminta pengembang menyelesaikan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal) secara paralel.
Jawa Satu Power adalah perusahaan yang dibangun konsorsium PT Pertamina (Persero)-Marubeni-Sojitz. Pertamina memegang kendali sebagai pemimpin konsorsium dengan kepemilikan 40 persen, sama dengan Marubeni. Adapun Sojitz memegang 20 persen saham.
Ketua Konsorsium PLTGU Jawa 1, Ginandjar, berjanji bakal menyelesaikan pendanaan proyek tepat waktu. Dia bahkan mengklaim fase awal konstruksi bisa dimulai pada tahun ini. "Konsorsium selalu dinamis untuk menyesuaikan di semua area. Semua dalam konteks bisnis yang fair," ujarnya.
PLTGU Jawa 1 diperkirakan menelan investasi US$ 1,8 miliar atau Rp 24 triliun. Selain Mizuho, lembaga lain yang terlibat membiayai adalah Japan Bank of Infrastructure Cooperation, Asian Development Bank, serta Nippon Export Investment Insurance.
ROBBY IRFANY