TEMPO.CO, Bandung - Manajer Riset dan Pengembangan PT Bio Farma (Persero) Erman Tritama menargetkan akan menyelesaikan tifoid konjugat pada 2019. Menurut Erman, vaksin jenis ini merupakan pengembangan vaksin tipus sebelumnya.
"Kenapa 2019? Karena sudah uji klinis dengan RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) sehingga pada 2019 sudah selesai dan sudah siap di-launching," kata Erman di Bandung, Jawa Barat, Ahad 19 Maret 2017.
Erman menjelaskan, vaksin jenis ini memiliki perbaikan dari vaksin sebelumnya, yang berbentuk kapsul dan tidak bisa memberikan kekebalan kepada anak usia di bawah dua tahun. "Kalau tifoid konjugat bisa diberikan untuk anak di bawah dua tahun," ujar dia.
Baca: BUMD dan Koperasi Didorong Jadi Pemasok Listrik di Pedesaan
Selain itu, ia menilai vaksin ini bisa memberi efek proteksi lebih lama. "Jadi orang dalam sekali atau dua kali pemberian di usia 9 bulan dan 2 tahun bisa memberi proteksi seumur hidup," kata Erman.
Ia pun menargetkan produksi 20 juta dosis per tahun. Ia menjelaskan, angka itu berdasarkan data pasar dunia pada 2024, yang mencapai 180 juta dosis. "Permintaan akan banyak. Strategi kami desain 20 juta dosis dan kami kembangkan kapasitas. Kalau besar, kami ekspor," ujar dia.
Baca: Harus Ada Tabungan Rp 25 Juta, Calon TKI Bakal Terlilit Utang
Sekretaris Perusahaan Bio Farma Rahman Rustan mengatakan peningkatan kapasitas dilakukan jika ada permintaan dari negara lain yang membutuhkan. Sebab, ia menduga kebutuhan vaksin tipus di beberapa negara berkembang juga akan meningkat.
Ia memperhitungkan produksi 20 juta dosis didasarkan pada rata-rata kelahiran bayi yang mencapai 5 juta per tahun dalam tiga kali dosis. "Semua untuk prioritas dalam negeri, sisanya kami ekspor untuk kebutuhan global," kata Rahman.
ARKHELAUS W.