TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Anton Gunawan, mengatakan rencana Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), untuk menaikkan suku bunganya atau Fed Fund Rate (FFR), tahun ini tidak akan terlalu berpengaruh terhadap Indonesia. Dia mengatakan pasar keuangan di Indonesia masih menarik bagi investor. Sebab selisih suku bunga The Fed dengan suku bunga acuan Bank Indonesia, 7-Days Repo Rate, masih lebar.
Menurut Anton, The Fed akan kembali menaikkan suku bunganya tahun ini minimal hingga dua kali. "Tapi kami tetap melihat ada kemungkinan maksimum tiga kali kenaikan," kata dia di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin, 6 Maret 2017.
Baca : Agus Marto: Pasar Sudah Antisipasi Rencana Kenaikan Fed Rate
Anton memprediksi The Fed tidak akan menaikkan FFR lebih dari tiga kali karena suku bunga yang terlalu tinggi dapat memicu penguatan dolar AS. Apresiasi dolar AS dapat menurunkan ekspor Amerika akibat harga yang melonjak. Jika The Fed mengambil langkah sesuai prediksi maksimal, FFR akan mencapai 1,5 persen. Bunga The Fed akan memiliki selisih 3,25 persen dengan 7-Days Repo Rate saat ini yang sebesar 4,75 persen.
Anton mengatakan dampak besar baru akan terasa jika suku bunga surat berharga negara Amerika atau US treasury turut naik mengiringi kenaikan FFR. Ia mengatakan kenaikan yield US treasury menjadi 3 persen ditambah kenaikan FFR menjadi 2 persen bisa menekan laju rupiah. "Bisa tertekan hingga ke level Rp 13.800," kata dia.
Baca : Praktisi Industri Keuangan Diharapkan Jadi Komisioner OJK
Namun ia optimistis skenario tersebut pun bisa ditangani. Ia mengatakan Bank Indonesia biasanya akan menjaga dan mengintervensi melalui obligasi dan pasar saham.
Selain itu, cadangan devisa Indonesia masih terhitung besar. Anton mengatakan kebijakan BI yang mewajibkan penggunaan rupiah untuk semua transaksi di dalam negeri juga cukup membantu menahan tekanan atas rupiah.
VINDRY FLORENTIN