TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan pihaknya akan mengenakan pajak tinggi untuk badan usaha ataupun pengusaha yang diduga merupakan kartel dalam bisnis perdagangan impor daging sapi. Ken mengatakan pihaknya kini tengah mendalami dan menginvestigasi 82 badan usaha terkait daging sapi.
"Kenapa harga daging mahal? Sebenarnya, ya, pemiliknya itu-itu saja, tapi mereka buka cabang dan distribusi di mana-mana," ujar Ken, dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 2 Maret 2017.
Ken mengatakan, dalam hal ini, pihaknya bekerja sama langsung mencakup pertukaran data dan informasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dia menuturkan, harga pokok daging sapi setelah dihitung seharusnya hanya Rp 60 ribu, tapi harga yang beredar di pasaran mencapai Rp 95 ribu.
Baca: Delegasi Arab Kunjungi Smesco, Tertarik Kerja Sama UKM
Ken berujar pihaknya akan mengenakan pajak pada selisih harga tersebut sebesar 25 persen ditambah sanksi maksimal 48 persen. "Itu harus diambil oleh pajak. Nanti kita akan kembalikan pada rakyat yang telah membeli daging dengan mahal."
Menurut Ken, pihaknya menemukan adanya dugaan tindak kecurangan yang dilakukan pengusaha untuk mengakali pajak. "Barangnya di sini tapi dokumennya ke mana-mana. Lalu ada importir daging tapi clue pajaknya alat-alat listrik."
Ken mengungkapkan, total ada 429 badan usaha yang berhubungan dengan bisnis daging sapi dan dari jumlah itu, ada 97 badan usaha yang memiliki omzet. Kemudian, dari total yang beromzet itu, pihaknya sedang menginvestigasi dan bersiap mengeluarkan surat perintah pemeriksaan pajak kepada 82 wajib pajak (WP) pengusaha bisnis impor daging sapi.
Investigasi dilakukan bersama Direktorat Jenderal Bea Cukai. "Siapa pun boleh bisnis seperti ini tapi pajaknya harus bayar. Dalam waktu dekat baru daging sapi, ke depan akan ada untuk komoditas yang lain."
Simak: Arab Saudi Kucurkan 1 Miliar Dolar AS di Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengungkapkan kemarahannya karena banyak pengusaha yang terindikasi melakukan kartel dan diduga melakukan penghindaran pajak. "Saya kesal karena ternyata mereka setoran pajaknya enggak banyak," katanya.
Sri melanjutkan, hampir 81 persen importir daging beku terdaftar dengan klasifikasi usaha yang tidak sesuai dengan bisnis impor daging sapi. Ketika ditilik melalui Pajak Penghasilan (PPh) 25 dan 29 mereka, selalu ada penurunan, meskipun PPh impor meningkat.
"WP importir daging beku itu bahkan tidak lapor SPT," katanya. Sri mengatakan dia akan meminta bantuan komitmen Kementerian Perdagangan agar mencabut izin importir yang belum menuntaskan kewajiban pajaknya.
Simak: Proyek MRT Tahap I Ditargetkan Kelar 2019
Dia mencontohkan, dari 72 WP importir yang sudah melaporkan SPT, hanya 46 yang menyatakan kurang bayar. Sebagian besar dari mereka hanya membayar pajak 1 persen. Padahal, jika dilihat dari sisi volume impor dan harga impor itu, menurut Sri, sangat tidak masuk akal. "Jadi kami akan liat dari sisi PPN yang dibayar dan kami akan cek SPT PPN dengan laporan penghasilan," tuturnya.
GHOIDA RAHMAH