TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad mengatakan Rp 74,8 triliun atau 70,94 persen dana repatriasi dari program amnesti pajak atau tax amnesty masih mengendap di perbankan. Sisanya sebesar 29,06 persen terpecah ke berbagai sektor.
"Relatif merata. Non-keuangan 9 persen, asuransi 1 persen, perusahaan efek 6 persen, manajer investasi 2 persen, dan sektor lain atau riil 11 persen," kata Muliaman dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, 3 Februari 2017.
Simak: Sri Mulyani Kaji Usulan Pajak Tanah Menganggur
Dengan masuknya dana repatriasi tersebut, menurut Muliaman, dana pihak ketiga (DPK) pada 2016 tumbuh sebesar 9,6 persen. DPK dalam rupiah tumbuh 11,63 persen dan DPK dalam valas tumbuh minus 0,33 persen. "Pertumbuhan DPK terjadi pada September, Oktober, dan November," ucapnya.
Muliaman berujar, pada 2016, kredit perbankan tumbuh tidak seperti yang diharapkan banyak pihak. Pertumbuhan kredit perbankan lebih kecil dibanding pertumbuhan DPK. Secara keseluruhan, kredit perbankan hanya tumbuh 7,87 persen pada Januari-Desember 2016.
Jika dirinci berdasarkan mata uangnya, menurut Muliaman, pertumbuhan kredit dalam rupiah mencapai 9,15 persen dan pertumbuhan kredit dalam valas hanya 0,92 persen. "Sebetulnya ini masih memberikan optimisme, karena geliat pemberian kredit rupiah masih cukup tinggi."
Ke depan, Muliaman menuturkan OJK akan terus memantau dana repatriasi yang telah masuk Indonesia. Dana repatriasi tersebut, sesuai dengan undang-undang, harus mengendap di dalam negeri minimal tiga tahun. "Kami monitor, sehingga dana repatriasi masuk sektor produktif," kata Muliaman.
ANGELINA ANJAR SAWITRI