TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom yang juga mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, memprediksi Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya pada Desember mendatang. Kenaikan suku bunga The Fed atau Fed Rate tidak akan terjadi karena kondisi dalam negeri AS masih tidak stabil.
Namun, menurut Chatib, Fed Rate akan mengalami kenaikan apabila Presiden Terpilih AS Donald Trump benar-benar menjalankan kebijakannya untuk ekspansi fiskal. Dengan kebijakan pemotongan pajak dan peningkatan belanja oleh pemerintahan Trump, defisit anggaran AS akan meningkat.
"Defisit anggaran tersebut harus dibiayai dengan obligasi. Jika permintaan terhadap obligasi meningkat, suku bunga pun akan meningkat," kata Chatib dalam acara UOB Indonesia Economic Outlook 2017 di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Rabu, 16 November 2016.
Chatib optimistis Fed Rate tidak akan dinaikkan dalam waktu dekat karena kondisi perekonomian AS akan terpukul. Apabila Fed Rate naik, barang impor di AS akan lebih murah. "Kalau Trump mendorong ekspansi fiskal, The Fed mungkin menaikkan bunga untuk membiayai defisit anggaran pada 2017-2018."
Chatib menambahkan, dengan naiknya Fed Rate, likuiditas akan terdorong kembali ke AS sehingga rupiah akan tertekan dalam jangka waktu menengah. Namun, dia mengaku lebih senang apabila rupiah melemah. "Karena itu yang akan menyelamatkan Indonesia, mengubah basis komoditas ke basis industri manufaktur," katanya.
Baca Juga: BPS: Trump Menang, Ekspor Tetap Aman
Bank Indonesia melihat sinyalemen dari bank sentral Amerika Serikat, The Federal Rerserve, cenderung untuk "dovish" atau lebih memilih mempertahankan rezim kebijakan moneter saat ini, mengingat belum efektifnya pemulihan ekonomi di negara Abang Sam tersebut.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat, 4 November 2016, memperkirakan The Fed baru akan memanfaatkan kesempatan pengetatan kebijakan moneter melalui peningkatan suku bunga acuan pada Desember 2016.
"Ketidakpastian pemulihan ekonomi di AS itu jadi pertimbangan bagaimana The Fed akan sikapi dalam keputusan yang akan datang (Desember 2016)," kata dia.
The Fed baru saja mempertahankan suku bunga acuannya di 0,25-0,5 persen pada Rabu malam, di tengah masih melambatnya laju ekonomi global dan risiko-risiko di pasar keuangan global, salah satunya yang bisa ditimbulkan dari Pemilihan Presiden AS, 8 November 2016 mendatang. Pelaku pasar mempercayai, The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya pada Desember 2016, karna realisasi perbaikan ekonomi AS dan laju inflasi.
Sebelumnya Bank Indonesia melihat sinyalemen dari bank sentral Amerika Serikat, The Federal Rerserve, cenderung untuk "dovish" atau lebih memilih mempertahankan rezim kebijakan moneter saat ini. Hal ini mengingat belum efektifnya pemulihan ekonomi di negara Abang Sam tersebut.
Simak: PT DI Kembangkan Helikopter Anti-Kapal Selam Pesanan TNI-AL
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat, 4 November 2016, memperkirakan The Fed baru akan memanfaatkan kesempatan pengetatan kebijakan moneter melalui peningkatan suku bunga acuan pada Desember 2016.
"Ketidakpastian pemulihan ekonomi di AS itu jadi pertimbangan bagaimana The Fed akan sikapi dalam keputusan yang akan datang (Desember 2016)," kata dia.
ANGELINA ANJAR SAWITRI