TEMPO.CO, Surabaya - Pengusaha angkutan di lingkungan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya turut terdampak akibat aksi mogok kerja yang dilakukan Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (FSMPI) selama dua hari. "Dua hari buruh bongkar muat mogok, kami rugi Rp 6 miliar," ujar Ketua Organda Tanjung Perak Kody Lamahayu saat dihubungi Tempo, Selasa, 25 Oktober 2016.
Dalam sehari, terdapat sekitar 50 kapal yang melayani bongkar muat di empat terminal Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Dampaknya, terdapat 3 ribu unit angkutan pelabuhan yang tidak beroperasi akibat aksi mogok selama 8 jam saja. "Ini belum termasuk kerugian yang dialami pihak lain, seperti perusahaan yang bersangkutan dan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL)," tuturnya.
Pria yang juga Ketua Dewan Perwakilan Wilayah Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jawa Timur itu mengakui mogok kerja para TKBM terhadap kesepakatan PBM Pelindo III memberikan efek domino kepada perusahaan bongkar muat lainnya. APBMI Jawa Timur membawahi 50 PBM swasta. Namun, PBM milik perusahaan pelat merah tersebut belum mengantongi SIUP dari Dinas Berhubungan Jawa Timur dan bergabung dengan asosiasinya.
Untuk itu pihaknya akan membahas model peraturan tarif baru berdasarkan kehadiran Pelindo III tersebut pada Musyawarah Nasional APBMI se-Indonesia, Rabu, 26 Oktober 2016. Dalam Munas nanti, kata dia, para anggota akan mempertimbangkan apakah bersedia menerapkan peraturan tarif yang sama. "Idealnya memang tarif berdasarkan jumlah tenaga kerja yang hadir. Tapi kami ingin agar suasana kondusif, jangan ada ribut-ribut," tutur Kody.
Sementara itu kordinator aksi FSPMI Abdus Salam mengatakan, pihaknya tengah menunggu revisi ulang kesepakatan tentang tarif dengan Pelaksana Bongkar Muat (PBM) milik Pelindo III. Jika pihaknya menemukan klausul yang dirasa merugikan buruh bongkar muat, mereka mengancam akan mengerahkan massa lebih banyak.
Untuk sementara, kata dia, FSPMI menjalankan dulu kesepakatan yang sudah ada. "Tapi kalau revisi nanti ada lagi yang merugikan, kami akan kerahkan teman-teman sampai pelabuhan berhenti beroperasi," ucapnya.
Sejak Senin, 24 Oktober kemarin, ratusan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) shift pertama mogok sejak pukul 08.00 WIB sampai 13.00 WIB. Mereka berkerumun di tiap pintu masuk 4 terminal bongkar muat.
Aksi mogok dipicu oleh penolakan para buruh bongkar muat terhadap hasil ekesepakatan antara Koperasi TKBM dengan PT Pelindo III. Peraturan baru tersebut menerapkan sistem tarif berdasarkan kehadiran TKBM, bukan upah berdasarkan regu.
Buruh bongkar muat, kata Salam, merasa dirugikan dengan sistem honorarium yang diberlakukan mulai Senin, 24 Oktober 2016. "Selama ini pekerja bongkar muat menunaikan tugasnya secara beregu. Yang penting produktivitas tinggi, kerjaan beres," imbuhnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA