INO BISNIS - Pemerintah belum memberikan aturan terbaru mengenai Harga Jual Eceran (HJE) rokok. Kementerian Keuangan bersama kementerian lain, asosiasi dan lembaga terkait masih mengkaji faktor-faktor penentu kebijakan yang tepat dalam menentukan harga dan tarif cukai rokok.
Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUUI) telah melakukan kajian bahwa ada keterkaitan antara harga rokok dan jumlah perokok. Sejumlah perokok akan berhenti merokok jika harga dinaikkan dua kali lipat dari harga normal.
Survei ini dilakukan pada Desember 2015 hingga Januari 2016. Sebanyak 1.000 responden ditanya lewat telepon. Dari jumlah tersebut, 72 persen perokok aktif mengaku akan berhenti merokok jika harga rokok mahal mencapai Rp50 ribu. Studi itu juga menyebutkan bahwa strategi menaikkan harga dan cukai rokok berhasil mengurangi perokok di sejumlah negara.
Menanggapi hasil studi tersebut, pemerintah mengatakan bahwa kebijakan atas harga dan cukai rokok perlu dibahas secara komprehensif. Faktor-faktor yang berkaitan dengan industri rokok harus menjadi bahan bagi kebijakan pemerintah. Antara lain faktor kesehatan masyarakat, mata rantai industri tembakau nasional, petani tembakau, pekerja di industri rokok, pedagang, hingga konsumen. Pemerintah juga mempertimbangkan kondisi daya beli masyarakat, inflasi, dan keberlangsungan penyerapan tenaga kerja.
Selain mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, penentuan kebijakan harga dan tarif rokok masih harus dibahas bersama instansi-instansi terkait. Sehingga terjadi keseimbangan antara kepentingan kesehatan, industri, dan konsumen. (*)