TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprotes kebijakan pemerintah yang akan menaikkan iuran premi BPJS Kesehatan dengan alasan defisit anggaran. "Yang tekor mereka, kok kami disuruh menanggungnya," tutur Ketua Apindo Hariyadi B. Sukamdani saat konferensi pers di kantornya, Kamis, 24 Maret 2016.
Hariyadi memprotes rencana pemerintah menaikkan batas pagu peserta penerima upah (PPU), khususnya swasta. Kenaikan itu dirasa sangat signifikan. Dalam peraturan sebelumnya, pemerintah mensyaratkan batas pagu kelas I BPJS Kesehatan adalah karyawan dengan gaji Rp 4.725.000, akan diubah menjadi Rp 8 juta.
Kenaikan itu diperkirakan mencapai 69 persen. Akibatnya, beban yang dipikul perusahaan untuk membayar iuran premi BPJS karyawan kategori peserta mandiri sangat tinggi. "Apindo sangat keberatan dengan kenaikan pagu batas upah sebagai basis penarikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," ucap Hariyadi.
Baca: Anggaran BPJS Defisit karena Peserta Malas Bayar Iuran
Apalagi perusahaan wajib membayar iuran peserta mandiri meskipun peserta tak sakit. Sedangkan perilaku ketaatan peserta mandiri untuk membayar iuran premi sangat buruk. Biasanya, peserta mandiri hanya mendaftar saat sedang sakit. Ketika sembuh, mereka tidak bersedia membayar iuran premi lagi.
Dari data yang dihimpun Apindo, saat ini jumlah peserta mandiri mencapai 15 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 80 persen peserta mandiri telah berusia di atas 50 tahun. Artinya, kerentanan mereka untuk sakit sangat tinggi.
Setelah sembuh dari sakit, mereka kebanyakan tak membayar iuran seperti biasanya. Diperkirakan empat juta peserta mandiri sudah tidak membayar iuran lagi. Apalagi jika premi BPJS Kesehatan dinaikkan, pasti jumlah penunggak iuran premi akan lebih banyak lagi.
Karena itu, Hariyadi mengkritik kebijakan pemerintah itu, yang dikhawatirkan berdampak pada ketaatan peserta mandiri membayar kian berkurang dan merugikan perusahaan.
Baca Juga: Jokowi Masih Cari Investor untuk Bangun Kilang di Kalimatan
Seharusnya, ujar Hariyadi, pemerintah berfokus mengedukasi para peserta mandiri untuk lebih taat membayar iuran. Selama ini, perusahaan juga taat membayar iuran mereka. "Apakah dengan kenaikan ini bakal lebih tertib? Saya yakin makin enggak tertib."
Pemerintah diharapkan membenahi sistem pelayanan BPJS Kesehatan, karena banyak juga aduan tentang pelayanan yang kurang maksimal. Mulai diagnosis dokter tak akurat, stok obat tak tersedia, hingga ruangan rawat inap rumah sakit diklaim penuh.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 terkait dengan Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres itu mengatur kenaikan premi BPJS Kesehatan dengan alasan defisit keuangan. Namun rencana itu dikritik Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan meminta pemerintah mengaudit BPJS Kesehatan sebelum menaikkan premi.
AVIT HIDAYAT