TEMPO.CO, Surabaya – Petani garam di Jawa Timur mendesak Gubernur Soekarwo tidak memberikan izin bongkar kepada importir garam, PT Garindo Sejahtera Abadi. Garindo direncanakan membongkar 20 ribu ton garam impor asal Australia di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pekan ini. Impor tersebut dituding menjadi penyebab anjloknya harga garam petani lokal.
"Mereka (Garindo) memainkan sisa kuota impor garam. Sementara kebutuhan industri garam tahun 2015 sudah tercukupi," ujar ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam Muhammad Hassan kepada Tempo, Selasa, 22 Maret 2016.
Sebagian besar penyerapan garam rakyat oleh perusahaan di bawah Harga Pokok Pembelian (HPP). Rata-rata HPP untuk garam KW 2 berkisar Rp 250-300 per kilogram. Sedangkan untuk KW 1, rata-rata anjlok menjadi Rp 350 per kilogram. "Mustinya musim hujan begini harga garam naik, tapi justru hancur karena dampak importasi garam oleh para samurai."
Selain itu, Hassan menilai impor tersebut sebagai sebuah bentuk pelanggaran, karena pemerintah seharusnya tidak mengeluarkan izin impor untuk tahun 2016. Pihaknya menyebut ribuan ton garam itu merupakan rembesan. "Saya harap Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak memberikan izin bongkar. Gubernur harus memberikan bentuk perlindungan bagi petani garam rakyat."
Hassan menambahkan, Jawa Timur merupakan lumbung garam nasional. Produksi garam rakyat di provinsi itu, di luar produksi PT Garam, sepanjang 2015 mencapai 1,157 juta ton. Jika ditambah dengan produksi PT Garam, jumlahnya berkisar 3,1 juta ton. "Jadi, Jawa Timur harus lebih punya peran aktif karena kita lumbung garam nasional. Mustinya pemerintah aktif mengawasi praktik-praktik yang dilakukan oleh para kartel garam," ujarnya.
Merespon desakan tersebut, Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan akan mengecek produksi garam di lapangan. Sebab, sesuai Peraturan Gubernur nomor 2/2013 tentang pengendalian distribusi produk impor, impor garam dilarang pada dua bulan sebelum dan dua bulan setelah panen. "Nanti saya cek, apa masih panen atau tidak."
Pria yang akrab disapa Pakde Karwo itu juga berjanji bakal mengecek ketersediaan garam di gudang-gudang penyimpanan di masyarakat. Namun ia menegaskan, impor ke Jawa Timur biasanya dilakukan hanya untuk kebutuhan industri. "Kita ini kelebihan garam tapi garam dapur, bukan garam industri. Ini yang menjadi permasalahan," ujarnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA